Oleh: Heru Sudrajat.
(jurnalis)
Sungguh tulisan ini, bukan produk iklan, atau pesan sponsor pra bayar. Namun realita yang terjadi dalam kehidupan, bahwa semua orang rata-rata ingin hidup mapan dan tampil didepan. Kalau toh ada yang dibelakangnya pasti lewat. Meski untuk tampil paling depan menjadi nomor 1, harus menghadapi serangan kanan kiri bertubi tubi dengan segala rentetan isu yang dimunculkan, tapi mapan akan menjadi pilihan tampil paling depan.
Wait! Kampanye ya mas bro? Kok narasinya mendayu ndayu? Sebentar jangan menuding dulu tanpa dasar yang jelas. Ini sekedar meluruskan persoalan yang berkembang menjelang pemilihan kepala daerah. Supaya masyarakat memahami jangan sampai terjebak pada pengertian terkait hal-hal yang kosong. Meski pada akhirnya warga masyarakatlah yang menentukan pilihannya, menjadi hakim yang jujur mengetuk palu dihati nuraninya untuk memilih datang ke TPS lalu mencoblos surat suara.
Nah! Coblos mencoblos surat suara inilah akan menentukan nasib kedepannya daerah ini. Jadi harus jelas mana yang harus dicoblos dan mana yang harus tidak dicoblos. Lho.. kan sudah jelas surat suara yang dicoblos ada dua kolom, yang satu ada gambar foto orangnya dan yang satunya lagi ada kolom kosong. Ya, tentunya pasti nyoblos yang ada gambar orangnya. Kalau nyoblos yang kosong, hampa dong? He.he.he.! Jangan emosi dulu bagi yang bersebrangan.
Sebenarnya hal lumrah dijagad perpolitikan ada yang pro dan kontra. Kemudian yang kontra memunculkan manuver gesekan mencari celah menjatuhkan karakter calon bupati dan wakil bupati yang maju dalam pemilihan kepala daerah. Lalu begitu lincahnya memanfaatkan kelemahan yang kadang diluar nalar dan membangun narasi-narasi kotor, yang ditebarkan ke masyarakat. Bagi yang pro pun langsung membentengi agar gorengan-gorengan yang dimunculkan jadi gosong.
Namun kadang kita salah membaca arah angin politik yang selalu berubah ubah. Meski secara kasat mata gampang ditangkap, tapi kenyataannya, mata hati kita terlena dalam buaian kenakalan bujuk rayu bisik-bisik yang muaranya membenci calon yang maju. Masyarakat hanya melihat dan mendengar begitu saja, tanpa merasakan kebenaran yang muncul. Begitu calon yang maju menang baru sadar. Lalu sibuk mengklaim bahwa dirinya secara diam-diam ada dipihak yang menang.
Sebentar mas bro? Kan sudah ada tim kemenangan MAPAN? Bahkan markasnya pun ada, meski sepi? Plus rombongan personilnya pakai seragam pulek. Apa tidak keren? Iya keren! Tapi ada yang selalu menyibukan diri, sikut sana sikut sini dan nyenyes seperti paling tahu dengan politik? Memang ada ya yang seperti itu? Ada.. lah! Kok bisa! Bisalah! Ya namanya mencari muka? Saking sibuknya mencari muka, sampai lupa dengan muka sendiri? Terus untuk apa masuk dalam tim kemenangan? Ya.. hanya sekedar formalitas namanya masuk dalam daftar tim, namun hanya sekali nongol, saat calon bupati berkeringat kampanye. Coba nanti kalau calon bupatinya menang, show pasti berdiri paling depan bertepuk dada, dialah pahlawan kemenangan. Wao.. Asyik juga gaya bersandiwara. Sikap seperti itu sudah membudaya dalam pemilihan kepala daerah.
Cerudik benar mas bro ini? Sudahlah berkisah lain saja, takutnya ada yang tersinggung? Seyogyanya berkisah saja tentang nasib kedepannya daerah ini serta mapannya kehidupan warga masyarakat? Untuk itu harus ada pimpinan tampil paling depan untuk memikirkan nasib kedepannya kabupaten Bangka? Lah..kan sudah ada calon pemimpin yang bakal memimpin daerah ini? Siapa mas bro? Lo..yang maju pada pemilihan kepala daerah kabupaten Bangka dong? Iya.. ya mas bro? Tapi cuma ada satu calonnya? Kalau dilihat di baleho baleho yang terpasang hanya nomor 1 yang ada gambar orangnya? Ya.. terserah pemilih, mana yang harus dipilih? Namun mas bro, tentunya semua orang dalam kehidupan ingin nomor 1 agar tampil didepan untuk hidup MAPAN. Jadi gimana? Nah, masih nanya? Semoga begitu. Semoga. (*)