Deza Mulya Frandini
Mahasiswa Hukum Universitas Bangka Belitung
Maraknya kasus penduplikasian merek merupakan hal yang sering terjadi beberapa waktu belakangan. Menurut data Direktori Putusan Mahkamah Agung tercatat pada tahun 2022-2023 terdapat sekitar 121 kasus sengketa merek yang terjadi di Indonesia. Peristiwa ini terjadi merupakan implikasi dari adanya beberapa faktor pendukung seperti kurangnya kesadaran masyarakat terhadap skema pendaftaran dan perlindungan merek yang sebenarnya menjadi krusial untuk diketahui. Tentunya hal ini sangat disayangkan apabila ternyata dikemudian kita ataupun seseorang telah sukses dalam mendirikan usaha namun ternyata tiba-tiba digugat akibat dari kesamaan merek yang terjadi. Sehingga oleh karena itulah pendaftaran dan perlindungan merek menjadi hal penting untuk diketahui.
Perlindungan terhadap hak merek dalam hal ini juga menjadi penting karena berperan sebagai pengekang dan pembatas agar suatu merek mendapatkan perbedaan atau penanda khusus dengan merek lainnya sehingga melindungi karya orang-orang yang memiliki merek tersebut. Perlindungan terhadap hak merek memberikan keuntungan bagi tiap orang dalam menjalankan bisnisnya karena pada dasarnya merek biasanya menjadi maskot atau penanda dasar dari usaha yang dijalankan, para konsumen akan lebih banyak mengingat merek pada usaha yang dijalankan ketimbang hal lainnya seperti adidas, nike, gucci dan lain sebagainya.
Negara Indonesia sendiri telah mengatur terkait perlindungan hak merek dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis hak merek merupakan tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau susunan 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Namun, kemudian menjadi pertanyaan apakah pemberian hak merek nantinya akan membatasi hak kebebasan berekspresi bagi setiap warga negara Indonesia, dikarenakan hak merek akan membatasi apa saja merek yang bisa dipakai dan dibuat serta yang tidak bisa. Perlu untuk diketahui bahwa perlindungan terhadap hak kebebasan berekspresi telah diatur di dalam undang-undang dasar tahun 1945 terkhususnya pada pasal 28E dimana menjamin setiap orang berhak untuk memiliki kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Adanya hak merek dikemudian tentunya akan membatasi hak kebebasan dalam berekspresi tersebut.
Hak kebebasan ekspresi menjadi penting karena jika kebebasan berekspresi dilindungi, warga negara Indonesia dapat menyampaikan, mencari, menerima, dan membagikan berbagai macam informasi. Dari mulai ikut webinar, kelas online, streaming serial dan dokumenter favorit, sampai baca berita dari media mancanegara. Kebebasan berekspresi juga memungkinkan kita mencari informasi seluas-luasnya, mengembangkan diri, hingga mendapat gambaran utuh tentang apa yang sedang terjadi di dunia dari sebanyak-banyaknya sumber. Selain itu, kita bisa berkumpul dan berdemonstrasi menuntut hak kita dan orang lain. Kita juga bisa berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, mendesak transparansi dan akuntabilitas pihak berwenang, bahkan mendorong pemberantasan korupsi dan penghapusan impunitas (ketiadaan hukuman bagi pelaku kejahatan), yang sangat penting bagi perlindungan HAM Implikasi dari adanya pembatasan kebebasan berekspresi dari kemunculan perlindungan hak merek sebenarnya pada saat ini belum terlalu dirasakan karena pada dasarnya perubahan-perubahan yang terjadi masih belum signifikan dan masih terdapatnya keawaman masyarakat terhadap perlindungan hak merek tersebut sehingga tidak memberikan dampak yang cukup besar.
Selain dari pada hal tersebut negara Indonesia juga masih belum mengakomodir atau mengakui beberapa hak merek yang ada secara keseluruhan seperti halnya hak merek sentuhan dimana negara Indonesia berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2016 baru mengakomodir beberapa hak merek seperti hak merek bentuk, suara, warna, hologram, dan tulisan. Adapun hal tersebut sebenarnya menyesuaikan dengan kondisi kebudayaan masyarakat Indonesia yang belum memungkinkan apabila mengakomodir tipe hak merek lainnya.
Faktor penentu terjadinya pembatasan hak kebebasan berekspresi pada perlindungan hak merek ialah apabila nantinya negara Indonesia telah mengakomodir semua hak merek dan telah menetapkan perlindungannya dalam suatu regulasi sehingga berpotensi akan banyaknya orang-orang yang berlomba-lomba untuk mendaftarkan hak mereknya. Pada saat itulah kemudian pembatasan atas kebebasan berekspresi mulai akan dirasakan dimana contohnya ketika seseorang mendaftarkan hak merek suara burung misalnya, kemudian orang-orang lain yang memiliki suara burung yang sama akan bisa digugat oleh orang yang memiliki hak atas merek suara burung tersebut atau orang-orang lain tersebut diharuskan untuk membayar royalti kepada pemilik merek, hal ini membuat implikasi diaman ada pembatasan gerakan pada setiap orang untuk berbuat atau bersuara yang tentunya kemudian arah akhirnya ialah adanya bentuk pembatasan kebebasan hak berekspresi.
Adanya potensi atas pembatasan hak kebebasan berekspresi menjadi permasalahan untuk menerapkan perlindungan terhadap hak merek di masa depan sehingga menuntut solusi agar memunculkan pembatasan untuk mendaftarkan merek-merek di negara Indonesia kedepannya sehingga dapat memberikan ruang gerak bagi masyarakat untuk bisa lebih bebas dalam menerapkan kebebasan berekspresinya. Untuk mewujudkan hal tersebut ada beberapa langkah yang hendaknya diterapkan agar mampu mencapai perlindungan hak merek yang baik serta hak kebebasan berekspresi yang terpenuhi.
Pertama pemerintah negara Indonesia sebagai representasi negara haruslah mampu untuk mengembangkan masyarakat Indonesia yang berkualitas yang dapat memahami dan mengerti akan pentingnya hukum terkhususnya dalam hal ini hukum hak merek. Dengan pemahaman akan hukum yang cukup dapat memberikan masyarakat arah atau pedoman untuk menentukan gerakan selanjutnya terhadap merek. Program-program yang kemudian diterapkan oleh pemerintah harus mampu menunjang dan memperbaiki kualitas masyarakat Indonesia yang ada pada saat ini.
Kedua untuk dapat menerapkan dan mengakui segala hak merek dan perlindungannya di masa depan tanpa menimbulkan pembatasan hak kebebasan berekspresi, pemerintah harus dapat menentukan pembatasan pada pendaftaran merek dimana ada merek-merek yang bisa didaftarkan dan memang sesuai atau sejalan dengan bisnis seseorang dan merek-merek yang tidak bisa didaftarkan karena apabila nantinya didaftarkan akan menimbulkan pembatasan terhadap hak kebebasan berekspresi tersebut.
Solusi tersebut kemudian menjadi langkah awal untuk dapat menerapkan perlindungan terhadap segala hak merek di masa depan tanpa menimbulkan permasalahan terhadap adanya pembatasan hak kebebasan berekspresi sehingga dapat memicu potensi peningkatan pada karya dan kualitas masyarakat. Kemudian selain langkah-langkah di atas dapat diterapkan langkah lain yang inovatif sesuai keadaan dan kondisi masyarakat pada saat itu sehingga dapat lebih mendorong terjaminnya perlindungan terhadap hak merek yang juga memenuhi hak kebebasan berekspresi seperti apa yang telah diamanatkan oleh undang-undang di negara Indonesia.(*)