BANGKA. SUNGAILIAT. INTRIK.ID – Kondisi pertambangan timah sudah lama sedang tidak baik – baik saja. Bukan soal teknologi pertambangannya namun tata kelola masih menjadi pertanyaan besar?
Salah satu pertanyaan itu, masih ada praktek Kordinasi dalam IUP dimana para pelaku usaha penambangan tidak kantongi Surat Perintah Kerja ( SPK ), dengan mengeluarkan biaya Kordinasi kepada pihak tertentu bisa beraktivitas.
Bagi penambang tanpa kantongi SPK diposisi sulit, mereka tersandera dengan ekonomi keluarga.
Sungguh aneh? Pemegang IUP seperti wasit pasif tidak punya kekuatan dan kendali. Secara UU Minerba pemegang IUP punya kewenangan penuh mengatur tata kelola pertambangan dalam IUP nya.
Kondisi diatas terjadi juga diperairan Muara Tengkorak Sungailiat, diketahui pemilik IUP dimaksud milik PT. Timah. Dikabarkan sejumlah penambang dalam IUP PT. Timah tanpa kantongi SPK terkena biaya Kordinasi. Anehnya lagi pihak yang mengambil cuan Kordinasi bukan Pemegang IUP?
Menarik untuk ditelusuri, Redaksi INTRIK.ID Selasa ( 13/6/2023) pukul 17:00 WIB konfirmasi kepada Direktur Operasional ( Dirop ) PT. Timah Tbk Purwoko mempertanyakan terkait adanya biaya Kordinasi dalam IUP, Namun belum ada jawaban konfirmasi. Dihari dan pertanyaan yang sama pukul 20 : 41 WIB Redaksi INTRIK.ID juga mengkonfirmasi Humas PT. Timah Anggi Siahaan, namun sama belum ada jawaban.
Pemberitaan INTRIK.ID Sebelumnya Bagaimana sistem penambangan mau tertata rapi Jika masih ada praktek Kordinasi. Corat marut manajemen pertambangan timah khusus di Provinsi Babel bukan menjadi rahasia umum. Sejumlah pemangku kepentingan seperti generator yang terus bergerak seperti tiada henti, membuat pola agar tujuan tercapai.
Harus kita akui salah satu sisi hasil pertambangan pasir timah, bisa mendongkrak perekonomian masyarakat. Namun dibalik ini semua celah perizinan menjadi mangsa oleh sistem tertentu untuk munculnya biaya Kordinasi.
Pilihan sulit bagi masyarakat penambang mundur tidak ikut Kordinasi ekonomi keluarga jadi taruhan. Mengikuti arus Kordinasi terasa menjadi beban. Sedang sistem tertentu dengan mudah mendapatkan cuan tanpa ikut melakukan penambangan.
Fenomena diatas terjadi juga di perairan Muara Tengkorak Sungailiat Bangka, dimana masyarakat penambang dikenakan biaya Kordinasi. Seperti disampaikan AB ( Masyarakat penambang ) kepada Redaksi INTRIK. ID Selasa ( 13/6/2023) siang.
“Saya hanya menyampaikan keluhan saya selaku pribadi sebagai penambang di Muara Tengkorak. Biaya Kordinasi RP 15000 perkilogram sangat besar. Bukannya kita tidak mau ikut soal biaya tersebut, iya kalau hasil timahnya banyak, kalau hasilnya sedikit bagaimana? Mungkin bagi penambang lain tidak merasa berat,” kata AB.
Potensi luar biasa, saat ditanya jumlah jenis penambangan diperairan Muara Tengkorak, AB menyebutkan ratusan unit wow ?
“Kalau soal jenis penambangan diperairan Muara Tengkorak diluar KIP kurang lebih ratusan. TI Perahu sekira 200 unit, Ipin Upin 60 unit, PIP 26 unit jadi totalnya 286 unit. Ini kita tidak bicara SILO, bayangkan satu hari saja 1 unit itu 20 kilogram, berarti ada 5.720 kilogram pasir timah dikali RP. 15.000 . jadi Biaya Kordinasi RP 85.800.000 perhari,” ungkap AB sedikit merenung.
Namun sayang saat ditanya INTRIK.ID pihak mana yang melakukan pola Kordinasi tersebut? AB hanya menjawab coba tanya para penambang lain pasti mengetahui.
“Nah untuk pihak yang meminta biaya Kordinasi coba hubungi juga penambang lainnya pasti tau. Tidak hanya itu pasir timah harus dijual dengan kolektor seputar Nelayan. Tidak boleh dijual ditempat lain. Yang punya SPK saja informasinya kena juga biaya Kordinasi RP. 5000 perkilogram, tidak punya SPK itu yang dikenakan RP. 15000 Perkilogram,” tutupnya.