INTRIK.ID, BANGKA TENGAH — Kasus dua Anak Buah Kapal (ABK) yang terjun ke laut dan berenang ke tepi Pantai Merapin, Lubuk Besar, Bangka Tengah beberapa waktu lalu sempat membuat geger masyarakat Bangka Tengah kini mulai menemui titik terang.
Dua ABK yang bernama Muhammad Yondri (20) dan Rafi Maulana (20) yang memilih terjun kelaut Jumat (9/9/2022) larut malam lantaran tidak betah bekerja dan upah yang dianggap tidak sesuai. Dalam kasus tersebut Rafi dinyatakan tewas tenggelam dilaut. Mayatnyaoun ditemukan pada, Senin (12/9) 2022).
Kapolres Bangka Tengah, AKBP Moch. Risya Mustario sebulumnya memberikan atensi atas perkara tersebut dan meminta untuk diusut tuntas seterang-terangnya.
“Itu kan TKP-nya ada di laut, jadi Satpol Airud yang akan menangani kasus tersebut. Tapi saya juga sudah perintahkan Satreskrim untuk back-up dan mengusut tuntas perkara tersebut seterang-terangnya,” ucap Risya kepada intrik.id, Rabu (14/9/2022).
Ditempat lain, Kasat Polairud Polres Bangka Tengah, Iptu Eddy Syuaidi menjelaskan, pihaknya telah melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut dan menerbitkan LP (Laporan Polisi).
Bahkan kapal compreng (kapal penangkap cumi-red) dimana Rafi dan Yondri bekerja sudah diamankan di Pelabuhan Pangkal Balam dan sempat dipasangi garis polisi serta belum beroperasi lagi sampai sekarang.
“Kami sudah melakukan penyidikan dan untuk berkas perkaranya sudah kami limpahkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bangka Belitung,” jelas Eddy saat diwawancarai, Kamis (29/9/2022).
Eddy menyebutkan, hasil pemeriksaan didapati Rafi dan Yondri memilih terjun ke laut atas kehendak pribadi karena merasa tidak betah, jenuh dan gaji yang tidak sesuai.
Saat terjun ke laut, baik Rafi maupun Yondri tidak pernah atau mengobrol kepada kapten kapal tentang permasalahan yang mereka alami itu.
Selain itu, diketahui bahwa sejak awal bekerja, para ABK diberi pinjaman uang Rp4 juta rupiah sebagai modal awal untuk membeli peralatan pancing ataupun untuk mengirimkan kepada keluarga di rumah dan membeli keperluan di kapal.
Kemudian selain uang pinjaman tersebut, para ABK juga akan mendapatkan gaji Rp30.000 per hari.
Selain itu, ada bayaran lainnya berupa Rp6.000 untuk satu kilogram ikan dan Rp3.000 untuk satu kilogram cumi yang berhasil ditangkap.
“Jadi uang Rp4 juta itu ibaratnya kasbon untuk mereka membeli keperluan memancing yang nantinya juga diperuntukkan untuk menambah penghasilan mereka masing-masing,” jelasnya.
Kata Eddy, Yondri dan Rafi ini sebelumnya memang tidak pernah bekerja sebagai ABK ataupun nelayan. Bahkan mereka berdua tidak mengetahui bahwa kapal tersebut akan melakukan rute pelayaran di perairan Bangka Belitung.
“Untuk kapalnya itu milik pribadi dan hasil tangkapannya dijual ke PT. SHL. Jadi sistemnya kayak kemitraan gitu,” sambungnya.
Eddy menjelaskan bahwa untuk dokumen atau administrasi penangkapan ikan kapal tersebut sudah lengkap dan memiliki izin resmi.
Namun, untuk Yondri dan Rafi ini sendiri diketahui tidak terdaftar di buku sijil. Buku sijil adalah buku yang berisi daftar awak kapal yang bekerja di atas kapal sesuai dengan jabatannya dan tanggal naik turunnya yang disahkan oleh Syahbandar.
“Jadi perkara ini kami tangani dengan mengacu berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran,” ujarnya.
Oleh karena itu, pemilik kapal dianggap melanggar Pasal 145 yang bunyinya setiap orang dilarang memperkerjakan seseorang di atas kapal dengan jabatan apapun tanpa sijil.
“Untuk ancaman hukumannya dijatuhkan kepada nahkoda kapal yakni penjara dua tahun dan denda sekitar Rp300 juta,” sambungnya.
Meski demikian, Eddy menjelaskan bahwa yang melakukan pemberian sanksi atau hukuman tersebut adalah dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Babel baik itu sanksi adminitrasi maupun sanksi lainnya.
“Saat ini berkas perkaranya masih diperiksa oleh DKP karena nanti mereka yang memutuskan akan memberi sanksi apa. Karena ini kan pelanggarannya berupa administrasi,” imbuhnya. (Erwin)