Oleh: Nurul Aryani (Aktivis Dakwah Islam)
Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyatakan siap untuk menampung 1.000 warga Gaza Palestina di Indonesia. Prabowo juga menekankan evakuasi warga Palestina ke Indonesia bersifat sementara dan akan kembali ke Tanah Air mereka setelah kondisi di Gaza membaik. (Berita Satu, 9/4/25)
Pernyataan yang dikeluarkan Prabowo untuk evakuasi warga Gaza pada 9 April lalu dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk kecondongan kepada Amerika Serikat dan Israel. Isu Indonesia yang akan menampung warga Gaza sebenarnya sudah berhembus sejak 19 Januari 2025 lalu. Kala itu Zionis Yahudi dan Mujahidin Hamas memasuki tahap kedua dadi 3 fase perdamaian yang mediasi oleh AS. Sembari bernegosiasi Amerika sebagai teman sejati Israel memiliki rencana licik jangka panjang agar perang yang terus berkelanjutan ini yakni upaya membangun jalur Gaza Palestina yang hancur dan memindahkan penduduk di dalamnya.
Sejak saat itulah muncul gagasan untuk merelokasi terlebih dulu warga Gaza. Alasannya, Gaza tidak aman untuk dihuni selagi proses pembangunan berlangsung. Berdasarkan pemberitaan NBC, Indonesia merupakan salah satu negara yang dipertimbangkan untuk menjadi lokasi tujuan relokasi. Namun, menurut laporan NBC, banyak pihak meyakini bahwa relokasi ini hanya kedok Israel untuk mengusir warga Palestina. Mereka curiga nantinya Israel tak mengizinkan lagi warga Gaza kembali ke tanah airnya.
Pada awal Februari, Trump kembali mengajukan usul kontroversial agar AS mengambil alih Gaza. Menurut usulan itu, warga Gaza bakal direlokasi dan tak bisa kembali lagi. Tak lama setelah itu, Mesir datang membawa usulan rencana pembangunan Gaza yang tak perlu merelokasi warganya terlebih dulu. Pada 4 Maret, para anggota Liga Arab menyatakan dukungan mereka terhadap usulan Mesir tersebut dalam pertemuan di Kairo.Tiga hari kemudian, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga mengadopsi usulan Mesir tersebut. Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, juga hadir dalam pertemuan OKI itu.
Namun, AS dan Israel dilaporkan masih terus mencari negara ketiga, terutama di kawasan Timur Tengah dan Afrika, yang mau menampung warga Gaza, tapi tak ada yang bersedia.
Pada 26 Maret, media Israel, Channel 12, melaporkan bahwa kloter pertama warga Gaza yang terdiri dari 100 orang akan diterbangkan ke Indonesia untuk mendorong perpindahan secara sukarela. Menurut laporan itu, para warga tersebut diperkirakan bakal dipekerjakan di bidang konstruksi. Israel disebut berharap program ini berhasil sehingga ribuan warga Gaza lain nantinya mau pindah ke Indonesia. Kemlu RI lagi-lagi membantah laporan tersebut.
“Pemerintah Indonesia tidak pernah membahas dengan pihak mana pun atau pun mendengar informasi tentang rencana pemindahan warga Gaza ke Indonesia yang disebut oleh beberapa media asing,” demikian pernyataan Kemlu.
Walau demikian, pada Rabu (9/4), Prabowo tiba-tiba mengumumkan Indonesia siap menerima 1.000 warga Gaza “pada gelombang pertama.”
Setelah pengumuman niat itu, sejumlah pihak langsung mempertanyakan alasan Prabowo yang malah condong ke AS dan Israel, bukan membela Palestina. Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut mempertanyakan rencana itu.
“Pertanyaannya untuk apa Indonesia ikut-ikutan mendukung rencana Israel dan Amerika tersebut?” kata Wakil Ketua Umum MUI, Buya Anwar Abbas, dalam pernyataan yang dirilis di situs resmi organisasi itu.
Di jagat maya, banyak warganet juga menduga rencana ini merupakan cara Prabowo untuk “melobi” Presiden Donald Trump setelah AS mengumumkan tarif resiprokal 32% untuk barang dari Indonesia.
Trump memang menangguhkan keputusan tersebut, tapi Prabowo dianggap masih perlu menawarkan sesuatu kepada AS agar posisi Indonesia aman sampai keputusan benar-benar final. Pengamat Timur Tengah, Smith Alhadar, mengatakan Prabowo mengambil kesempatan ketika Israel dan AS “panik” karena mereka sudah melobi berbagai negara untuk menampung warga Gaza, tapi tak ada yang bersedia.
“Prabowo melihat ini kesempatan bagaimana bernegosiasi dengan Trump dengan menjadikan Palestina sebagai instrumen, yaitu dia mau menerima pengungsi Palestina,” ujar penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies itu kepada BBC News Indonesia. Smith menganggap Prabowo seharusnya mengambil langkah lain untuk bernegosiasi dengan Trump.
Smith berkata, Indonesia sebenarnya punya daya tawar tinggi, apalagi dengan jumlah penduduk banyak dan letaknya wilayah yang strategis, dikelilingi perairan jalur perdagangan besar.
“Ada banyak cara untuk negosiasi dengan AS, kenapa harus mempertaruhkan masa depan Palestina? Kenapa harus tunduk pada Trump?” ujar Smith. (Dilansir dari BBC Indonesia, 11 April 2025)
Pemimpin Negeri Muslim Harusnya Menyambut Seruan Jihad
Dilansir dari Middle East Eye, Senin (7/4/2025), Ali al-Qaradaghi, Sekretaris Jenderal International Union of Muslim Scholars (IUMS) mendesak semua negara Muslim untuk segera melakukan intervensi secara militer, ekonomi, dan politik guna menghentikan genosida dan penghancuran yang terjadi di Gaza. IUMS juga mengeluarkan fatwa kewajiban jihad untuk melawan Zionis Israel dan mengusirnya dari tanah Palestina.
Inilah sesungguhnya solusi hakiki untuk penjajahan dan kekejaman zionis. Indonesia ssbagai negeri muslim terbesar kedua di dunia memiliki militer yang lebih dari mampu untuk berhadapan dengan zionis. Pemimpin Indonesia tidak mungkin tidak memahami bahwa akar masalah Palestina adalah pendudukan. Oleh sebab itu, sudah semestinya yang diusir adalah penjajah zionis bukan justru mengevakuasi warga Palestina yang akan mempermudah Amerika dan Israel menguasai jalur Gaza.
Kewajiban jihad bagi tentara muslim termasuk yang di Indonesia adalah seruan dari Allah Swt. Mengabaikannya akan menuai dosa besar di yaumil akhir nanti. Allah Swt. Berfirman yang artinya: “Peranglah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi jangan melewati batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (TQS. Al-Baqoroh: 190).
Degan demikian kewajiban penguasa muslim adalah mengirimkan tentara yang siap berjihad fi sabilillah untuk menegakkan perintah Allah. Inilah solusi hakiki atas perang dan genosida yang berkepanjangan ini.
Ummat Muslim Harusnya Menolak Evakuasi Warga Palestina
Jelaslah bahwa evakuasi warga Palestina hanyalah akal-akalan Amerika dan Zionis. Tanah yang ada penghuninya saja mereka jarah, mereka rampok dan rumahnya mereka robohkan. Tentu masih segar dalam ingatan kita peristiwa Nakba dimana 750.000 warga Palestina terusir dari tanah mereka pada 15 Mei 1948. Lagipula, solusi evakuasi sungguh tidak masuk akal. Analoginya saja, ketika ada rumah yang dirampok alih-alih menangkap perampok malah memberi solusi pemilik rumah untuk mengungsi.
Dengan demikian jelaslah solusi evakuasi warga Gaza haruslah ditolak oleh kaum muslimin. Kita juga harus secara bersama-sama dan massif melakukan seruan atas solusi hakiki yaitu jihad dan khilafah. Zionis Yahudi tidak lagi pada posisi untuk dilakukan perdamaian dan negosiasi, yang merela tahu hanyalah bahsa perang. Dengan demikian solusi melawan adalah piliham yang paling logis melawan kekejaman zionis.
Dengan tegaknya khilafah maka akan ada yang memberi komando dam mengerahkan tentara muslim untuk berjihad melawan zionis. Sebab kecil harapan untuk berharap pada negara nation state hari ini yang mayoritas tunduk pada Amerika.
Negeri Muslim Harusnya Menjadi Negara Adidaya yang Memimpin Dunia
Negeri muslim sudah seharusnya memiliki agenda sendiri bukan justru terus mengikuti skenario para penjajah. Sebagai ummat terbaik yang Allah ciptakan sudah seharusnya kaum muslimin mengambil peran perubahan.
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (TQS. Ali-Imran: 110).
Selain itu juga karena Allah akan memenangkan kita atas orang-orang kaffir. Sebagaimana firman Allah Swt. Dalam surah An-Nur ayat 55:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya menyatakan: “Ini adalah janji dari Allah swt kepada Rasulullah saw, bahwasanya Dia akan menjadikan umatnya (umat nabi Muhammad saw) sebagai khulafa` al-ardl, yakni: pemimpin-pemimpin manusia dan penguasa atas mereka; dan dengan mereka negeri-negeri diperbaiki dan seluruh manusia tunduk kepada mereka,…
Demikianlah ummat ini diciptakan bukan untuk tunduk kepada kaffir penjajah melainkan untuk memimpin dunia. Terbukti sepanjang sejarah ummat islam ketika menjadi negara adidaya dunia mampu mempertahankan tanah Palestina. Ummat islam bersatu dalam satu kepemimpinan umum yakni Khilafah menjadikan negara islam sebagai negara dengan militer tidak terkalahkan dan punya posisi tawar di kancah internasional. Sebut saja ketika Zionis Yahudi ingin membeli tanah Palestina dan mendatangi Khalifah Abdul Hamid II Padahal, saat itu beliau mendapat tawaran fantastis dari pihak Yahudi, yakni sogokan emas senilai 150 juta poundsterling khusus untuk sultan yang jika dihitung berdasarkan kurs rupiah hari ini 19.500 maka, emas itu setara dengan 2,925 triliun rupiah. Zionis juga menawarkan membayar semua utang Utsmaniyyah hingga 33 juta poundsterling, membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank, memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga, hingga membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina.
Namun, semua tawaran duniawi itu mentah-mentah di tolak oleh Khalifah Abdul Hamid II, ucapan beliau yang mahsyur yakni: “Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka, jika Daulah Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Daulah Islamiyah….” (Narasipost, 19/12/24)
Demikianlah penguasa pada masa kekhilafahan islam betul-betul memahami bahwa tanah Palestina adalah tanah ummat islam yang telah dibebaskan dengan jihad kaum muslimin. Namun ketika Khilafah runtuh pada 1924, secara licil pada 1948 zionis mengklaim tanah Palestina yang didukung Amerika melalui lembaganya yakni PBB. Jelaslah, bahwa hanya dengan persatuan yang hakiki yakni dengan mengambil posisi negara adidaya dunia maka kaum muslimin mampu bersaing secara face to face kepada Amerika dan zionis. Peran inilah yang harusnya dilakukan negara-negara mayoritas muslim.
Butuh Partai Ideologis
Semua solusi untuk membebaskan Palestina tidak bisa disuarakan individu semata melainkan bersama-sama. Butuh peran partai islam ideologis yang bersama dengan ummat untuk meniti jalan menuju kebangkitan islam. Partai ideologis yang aktif membina ummat agar muncul kesadaran politik islam yang benar. Dengan demikian ummat tidaklah kebingungan dalam menentukan solusi hakiki untuk saudara mereka di Palestina.
Bersama partai ideologis ummat islam juga terus berupaya membangun persatuan akan ummat islam menjadi ummat yang kuat yang tidak lagi terperdaya oleh musuh. Semoga Allah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada ummat ini. Mengembalikan kekuatan ummat dengan tegaknya kekhilafahan islam yang akan menjadi perisai dan pelindung ummat islam. Wallahu’alambisshowwab.




