Rika Rizana S.E
(Tenaga Pendidik dan Aktivis Dakwah)
Permasalahan lahan di tanah air belum menemukan titik terang. Dari komisi Ombusman menyebutkan laporan masyarakat tentang agraria mencapai 1.612 laporan sepanjang 2021. Pada tahun 2022, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional saat itu membeberkan jumlah tanah sengketa yang terdaftar sudah hampir 90 juta bidang tanah, sementara yang berkonflik mencapai 8.000 kasus. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendata sepanjang delapan tahun kepemimpinan Jokowi ada 2.710 konflik agraria di seluruh Indonesia dan tidak ada solusi nyata untuk itu. (kaffah, 22 sept 23).
Warga Melayu di Rempang, yang sudah bertahun dan turun temurun tinggal dan menempati lahan tersebut dinyatakan kepemilikannya sudah berpindah tangan dikarenakan ketiadaan sertifikat lahan. mereka dihadapi dengan kebijakan penggusuran oleh pemerintah.
Alasannya, Pemerintah berdalih warga tidak mempunyai hak kepemilikan dan hak pemanfaatan. Karena itu Pemerintah mengklaim kebijakan di Rempang adalah pengosongan, bukan penggusuran. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto menyebutkan warga Rempang tidak punya sertifikat lahan. maka, sejak tahun 2001 Pemerintah pusat dan BP Batam menerbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk perusahaan swasta. HPL itu kemudian berpindah tangan ke PT Makmur Elok Graha.
Bahkan di atas tanah warga Rempang akan di bangun Rempang Eco city, industri silika dan solar panel milik perusahaan Cina.
Adanya cara domein verklaring, yakni “negaraisasi” lahan. Artinya, lahan yang tidak memiliki bukti kepemilikan secara otomatis beralih menjadi milik negara. Lalu Negara berwenang untuk mengelola lahan itu, termasuk menyerahkan lahan tersebut kepada pihak lain. ini merupakan konsep kolonialis Belanda untuk menguasai lahan milik pribumi. Kondisi nya hampir mirip dengan Rempang.
Banyak pihak yang mengkhawatirkan warga akan mudah kehilangan hak kepemilikan lahan. Pasalnya, dalam UU Cipta Kerja (Pasal 103 ayat 2) disebutkan: “Untuk kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional, lahan budidaya pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan.
Belum ditambah dengan penggandaan sertifikat tanah warga yang dilakukan mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat Badan Pertanahan Negara.
Pengaturan Lahan Dalam Islam
Islam mengatur kehidupan manusia dan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan cara yang benar. Permasalahan konflik lahan dinegeri ini tidak lepas dari diberlakukannya sistem Kapitalisme di negeri ini. yang lebih memprioritaskan para kapitalis atau pemilik modal.
Islam mengatur masalah kepemilikan dan kemanfaatan lahan. Warga bisa memiliki lahan melalui pemberian seperti hadiah atau hibah dan warisan. Islam juga membolehkan Negara Khilafah membagikan tanah kepada warga secara cuma-cuma. Rasulullah saw., misalnya, pernah memberikan tanah kepada beberapa orang dari Muzainah atau Juhainah. Beliau pun pernah memberikan suatu lembah secara keseluruhan kepada Bilal bin al-Harits al-Mazani.
Juga menetapkan bahwa warga bisa memiliki lahan dengan cara mengelola tanah mati, yakni lahan tak bertuan, yang tidak ada pemiliknya. Rasulullah saw. bersabda:
Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain) (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).
Beliau juga bersabda:
Siapa saja yang lebih dulu sampai pada sebidang tanah, sementara belum ada seorang Muslim pun yang mendahuluinya, maka tanah itu menjadi miliknya (HR ath-Thabarani).
Sehingga lahan yang tidak ada pemiliknya, lalu dihidupkan oleh warga dengan cara ditanami, atau didirikan bangunan di atasnya, atau bahkan dengan sekadar dipagari, maka otomatis lahan itu menjadi miliknya. Nabi saw. bersabda:
Siapa saja yang mendirikan pagar di atas tanah (mati) maka tanah itu menjadi miliknya (HR ath-Thabarani).
Bagi para pemilik lahan yang menelantarkan lahannya selama tiga tahun akan menyebabkan gugurnya hak kepemilikan atas lahan tersebut. Lalu lahan itu diambil paksa oleh Negara dan diberikan kepada pihak yang sanggup mengelola lahan tersebut. Ketetapan ini berdasarkan Ijmak Sahabat pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Imam Abu Yusuf dalam Kitab Al-Kharâj mencantumkan perkataan Khalifah Umar ra., “Tidak ada hak bagi pematok lahan setelah tiga tahun (ditelantarkan),” (Abu Yusuf, Al-Kharâj, 1/77, Maktabah Syamilah).
Islam mampu memberikan keadilan bagi para pemilik lahan. Kepemilikan mereka yang telah puluhan tahun atas lahan tidak bisa dibatalkan atau diambil-alih oleh siapa saja, bahkan oleh Negara sekalipun, hanya karena tidak bersertifikat. Malah terbukti, ketika sertifikat menjadi satu-satunya bukti keabsahan kepemilikan lahan, ini justru membuka terjadinya perampasan lahan. Adanya segelintir orang yang mempunyai akses mengurus sertifikat lahan. Yang tidak mempunyai akses siap siap gigit jari. Ditambah lagi bila tidak ada sertifikat, Negara bisa semena-mena mengambil-alih lahan milik warga yang sudah turun-temurun mereka kelola dan mereka huni selama ini.
Merampas lahan tanpa alasan syar’i adalah perbuatan ghasab dan zalim. Allah SWT telah mengharamkannya, termasuk dengan cara menyuap penguasa, agar bisa merampas hak milik orang lain.
Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil. (Jangan pula) kalian membawa urusan harta itu kepada para penguasa dengan maksud agar kalian dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kalian tahu (TQS al-Baqarah [2]: 188).
Ayat di atas secara tegas mengancam siapa saja yang ingin menguasai harta orang lain, termasuk lahan orang lain, dengan cara menyuap penguasa.
Walhi menyebutkan 94,8% lahan dikuasai oleh para pengusaha. Yang tersisa untuk rakyat. Ini terjadi ketika tata kelola lahan yang rusak dan keberpihakan penguasa kepada pengusaha, bukan kepada rakyat. Inilah sumber kerusakan tersebut. Yaitu diterapkannya Sistem Kapitalisme sekuler.
Maka sudah selayaknya kita menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang mampu memberikan perlindungan menyeluruh dan berkeadilan untuk seluruh umat manusia termasuk masalah lahan. Diterapkannya Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Islam.l Sehingga tidak menjadi konflik berkepanjangan bankan sampai hilangnya nyawa manusia.