Scroll untuk baca artikel
Opini

Korupsi Kini Makin Menjadi

437
×

Korupsi Kini Makin Menjadi

Sebarkan artikel ini
IMG 20231019 WA0000 1
Foto: Ratna

Oleh Ratna A.R, S.Pd

(Pengajar dan Aktivis Dakwah)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi direncanakan bertemu dengan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di Istana Merdeka Jakarta, Minggu (8/10/2023) malam. Seperti diketahui, Syahrul Yasin Limpo mundur dari jabatan mentan karena ingin fokus dengan kasus hukum yang menimpa dirinya. Seperti diketahui, Syahrul dikabarkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

Namun, KPK sejauh ini belum mengumumkan secara resmi soal penetapan tersangka terhadap Syahrul Yasin Limpo. Sebab KPK masih melakukan proses analisis terhadap barang bukti yang disita saat penggeledahan di rumah dinas maupun di Kantor Kementan. Sedangkan kabar penetapan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka korupsi ini sebenarnya sudah diamini oleh sumber Liputan6.com di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6.com, 12/10/2023).

Dalam beberapa hari terakhir, KPK menggeledah rumah dinas Syahrul dan beberapa pejabat di kementeriannya. KPK menyebut telah mendengarkan setidaknya keterangan 49 pejabat Kementerian Pertanian terkait perkara ini. Meski status Syahrul dalam kasus ini belum terang-benderang, dia telah mengundurkan diri dari kursi menteri. Selain Syahrul, menteri lain yang terjerat kasus korupsi selama dua periode pemerintahan Jokowi adalah Idrus Marham, Imam Nahrawi, Edhy Prabowo, Juliari Batubara, dan Johnny G. Plate. Seluruh nama itu telah divonis bersalah, kecuali Johnny yang masih menjalani proses pengadilan dalam perkara suap proyek infrastruktur telekomunikasi. (bbc.com, 12/10/2023).

Ironi di negeri yang kaya Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia ini terdapat kasus korupsi lagi. Kasus ini tak kunjung usai sepanjang roda kehidupan masih seperti ini. Kenapa bisa terjadi? Apakah tidak menjerakan hukumnya? Atau ada hal lainnya?

Pemberantasan Korupsi Hanya Ilusi

Kembali dugaan korupsi terjadi di jajaran Menteri. Kasus ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di negeri ini hanya ilusi. Pembentukan KPK nyatanya tidak mampu menghentikan kasus korupsi yang kian terulang kembali. Apalagi dengan adanya berbagai pelanggaran yang terjadi di kementerian ini. Maka Gerakan Selmatkan Negeri (GSN) berharap semua pihak mendukun penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Upaya memberantas korupsi di Indonedia secara professional, transparan, dan akuntabel. (antaranews.com, 12/10/2023).

Baca Juga:  Tak Disiplin Dalam Berkendara Sebabkan Tingginya Angka Kecelakaan

KPK kini sulit menyelamatkan negeri dari kasus korupsi. Kini Lembaga maupun kelompok elit memiliki akses mudah menghabisi uang rakyat dengan korupsi. Mereka membuat program seakan untuk rakyat tapi tidak pas sasaran. Contohnya telah terjadi antara lain:

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Gerard Plate serta eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo masing-masing diduga terlibat korupsi proyek pengadaan BTS 4G dan rasuah di Kementerian Pertanian. (nasional.kompas.com, 12/10/2023).

Juliari Batubara menjadi salah satu menteri di era Jokowi yang terjerat kasus korupsi. Ia terbukti menerima suap dalam pengadaan paket bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek 2020 sebesar Rp 32,48 miliar.

Edhy Prabowo merupakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Jokowi. Ia terbukti menerima suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL) sebesar Rp 25,7 miliar dari para eksportir benih benur lobster.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahwari terbukti melakukan tindak korupsi dalam kasus suap terkait pengurusan proposal dana hibah KONI dan gratifikasi dari sejumlah pihak. Imam bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, dinilai terbukti terbukti menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy.

Mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjadi menteri pertama di era Presiden Joko Widodo yang terjerat kasus korupsi. Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar dari pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Pemberian uang tersebut terkait proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. (Kompas.com, 12/10/2023)

Inilah jajaran kasus yang menjadi bukti bahwa negeri ini belum terbebas dari korupsi. Malahan kini masih ada kasus baru yang terjadi. Apa penyebabnya?

Baca Juga:  Belajar dari Kasus Rempang, Islam Melindungi Kepemilikan Lahan

Kapitalisme Akar Masalah Korupsi yang Tak Kunjung Berhenti

Negeri ini memang menganut demokrasi yang aturannya ditetapkan atas dasar musyawarah oleh para wakil rakyat. Maka mereka berhak membuat hukum yang sesuai kesepakatan. Maka hal ini menjadikan kebijakan yang tidak berpatokan pada islam kaffah dari Sang Maha Kuasa dan Pencipta. Hal ini dinamakan sistem aturan hidup ala sekulerisme yaitu bebas menetapkan aturan tanpa aturan dari Sang Pencipta. Selain itu, kapitalisme yang membuat kebijakan berpihak pada pemilik modal (penguasa dan penguasa). Maka kalau aturan ini masih diterapkan maka pemberantasan korupsi akan terus jadi ilusi.

Selain itu, sistem demokrasi yang berbiaya mahal telah menyebabkan para calon penguasa harus memiliki dana besar untuk memenangkan kontestasi. Setelah berkuasa, mereka akan memanfaatkan jabatannya agar balik modal. Mereka juga membuat aturan dan kebijakan pesanan sesuai dengan kehendak para cukong yang sudah mendanai mereka untuk melaju ke medan politik.

Adapun faktor kesempatan terwujud karena lemahnya hukum di Indonesia. Banyak koruptor yang melenggang dengan bebas karena bisa membeli hukum. Adapun koruptor yang tertangkap dan dipenjara, mereka tidak bertobat karena hukuman yang diterima tidak menjerakan. Mereka juga leluasa beraktivitas di dalam lapas karena mendapatkan fasilitas mewah. Alhasil, sistem demokrasi sekuler merupakan penyebab maraknya korupsi di Indonesia. Oleh karenanya, sistem ini harus diganti dengan sistem Islam yang sahih.

Islam Solusi Tuntaskan Korupsi

Islam memiliki solusi integral untuk memberantas korupsi. Dari sisi asas kehidupan, Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan perbuatan kaum muslim. Tujuan hidup umat Islam bukanlah mengumpulkan materi/kekayaan, tetapi meraih rida Allah Taala. Dengan demikian, dorongan perilaku korup bisa diminimalkan.

Kejujuran dan sikap amanah yang merupakan bagian dari ketakwaan dibentuk melalui sistem pendidikan. Hal ini mewujudkan kontrol internal pada tiap individu untuk menghindari korupsi yang terkategori ghulul, karena ghulul merupakan perkara yang diharamkan berdasarkan firman Allah Taala dalam QS Ali Imran: 161.

Baca Juga:  Kepastian Hukum dan Keadilan Sebagai Tujuan dari Sistem Peradilan Pidana

“Siapa yang berbuat ghulul, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu”.

Menurut An-Nasafi, orang disebut berbuat ghulul apabila mengambil sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Dengan demikian, segala macam bentuk pengambilan dan penyelewengan harta, seperti korupsi, suap, dan manipulasi termasuk perbuatan ghulul.

Rasulullah saw. bersabda, “Aku katakan sekarang, (bahwa) barang siapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), hendaklah ia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, ia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.” (HR Muslim no. 3415; Abu Dawud no. 3110).

Selain kontrol internal berupa ketakwaan individu, kontrol eksternal juga diberlakukan. Negara Khilafah akan mengaudit harta kekayaan pejabat dan pegawainya sebelum menjabat dan setelah menjabat. Jika ada kenaikan yang tidak wajar, pejabat tersebut harus membuktikan asal kenaikan hartanya.

Jika tidak mampu membuktikan, harta tersebut akan disita negara. Adapun pejabat tersebut akan mendapatkan hukuman, baik berupa pemberhentian dari jabatan maupun sanksi yang menjerakan. Sanksi korupsi terkategori takzir, yaitu sanksi yang ditetapkan oleh khalifah atau kadi. Sanksi tersebut harus adil dan menjerakan, bisa berupa penjara, pengasingan, atau bahkan hukuman mati. Selain itu, pelaku korupsi akan disiarkan kepada publik melalui media massa sehingga menjadi sanksi sosial dan sekaligus mencegah orang lain berbuat serupa.

Dengan solusi yang integral tersebut, pemberantasan korupsi akan berjalan efektif. Terwujudnya negara yang bersih dari korupsi bukan lagi ilusi, tetapi mewujud nyata. (Muslimahnews.net, 12/10/2023)

Home
Hot
Redaksi
Cari
Ke Atas