Oleh : Maulidiyah Wahyuni
Mengapa tahun ini masih dilarang mudik? Bukankah vaksin sudah ada, dan sudah ditemui alat pendeteksi Covid-19 yang mudah dijangkau. Pertanyaan tersebut menjadi isu yang senter diperbincangkan belakangan ini. Sebab, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy baru baru ini resmi melayangkan aturan larangan mudik. Aturan ini mulai diberlakukan tanggal 6-17 Mei 2021. Alhasil, upaya ini digagas untuk menghentikan penularan Covid-19.
Hadirnya aturan larangan mudik di Indonesia bukan untuk yang pertama kalinya. Pasalnya, aturan tersebut sebelumnya juga diterapkan tahun 2020, ketika penularan Covid-19 begitu memprihatinkan. Lantas apakah kondisi penularan Covid-19 masih sama dengan tahun sebelumnya? Bagaimana cara kita mengambil sikap atas perubahan ini? Mari kita renungkan pertanyaan tersebut.
Rutinitas mudik di Indonesia, selayaknya masih tradisi wajib setiap tahunnya. Momentum ini begitu menonjol ketika akan memasuki hari raya lebaran. Seluruh masyarakat Indonesia kerap memanfaatkan momentum tersebut untuk berbondong bondong pulang ke kampung halaman. Tidak heran, jika arus mudik memicu berbagai dampak seperti kemacetan, kecelakaan, hingga kriminalitas.
Dalam fenomena mudik tentunya melibatkan mobilitas penduduk. Pada dasarnya mobilitas penduduk tidak hanya dijumpai pada momentum mudik menjelang lebaran. Namun, mobilitas penduduk juga kerap terjadi ketika libur panjang maupun tanggal merah. Kendati demikian, mobilitas masyarakat yang dilakukan di masa pandemi justru menuai probematika.
Pertama, pelonggaran mobilitas penduduk mampu meningkatkan jumlah kasus Covid-19. Seperti yang dimuat dalam Kompas.com, pada Kamis (7/1/2021) kasus Covid-19 mencapai 9.321 kasus selama 24 jam terakhir. Sementara itu, selang sehari sebelumnya hanya mencapai 8.854 kasus. Berdasarkan keterangan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Kabinet RI menerangkan, pertambahan kasus Covid-19 akan melonjak dalam kurun tanggal 16-18 Januari 2021 seusai libur Natal dan Tahun Baru.
Kedua, pemberian vaksin belum mencapai target, sehingga Herd Immunity Covid-19 belum sepenuhnya terebentuk. Berdasarkan data yang dimuat dalam Bisnis.com, pada Minggu (4/5/2021) tertera bahwa total vaksinisasi baru mencapai 21,27 % pada tahap awal, kemudian disusul 9.94% vaksinisasi tahap kedua. Sebelumnya pemerintah sudah menargetkan sebanyak 70% warga Indonesia yang divaksin. Artinya presentase tersebut belum mencapai target yang seharusnya. Oleh karena itu, larangan mudik sengaja diaktualisasikan untuk mengurangi kasus lonjakan Covid-19.
Berkaca pada tahun 2020, perihal pelarangan mudik telah mengalihkan gaya silaturahmi kita dalam momentum lebaran. Adanya pelarangan mudik bukan berarti jalinan komunikasi dapat terputus. Namun demikian, jalinan komunikasi mulai beralih dari dunia nyata ke jagat maya. Saat ini basis komunikasi mulai dijembatani dengan bantuan layar canggih. Pemanfaatan model komunikasi demikian, memungkinkan jalinan interaksi tetap terjalin. Peralihan ini tidak dipungkiri merupakan pengaruh kuat dari perkembangan industri teknologi yang cukup kilat.
Meskipun jalinan komunikasi masih dapat dijangkau, namun dari segi ekonomi tentu berbeda jika dibandingkan dengan sebelum pandemi. Hal tersebut sangat nampak pada perayaan hari raya lebaran. Pasalnya, ketika momentum lebaran masyarakat di Indonesia lekat pada tradisi memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada sanak saudara. Kendati demikian, pada masa pandemi tradisi tersebut menjadi agak terhambat. Fenomena tersebut yang kemudian dapat menyumbat perputaran uang ke daerah.
Disisi lain mudik bukan sekedar aktivitas rutin yang kerap dilakukan menjelang lebaran. Aktivitas mudik pada hakikatnya terjalin ketika terjadi keterikatan emosional yang begitu kuat dalam masyarakat. Sejatinya, keterikatan emosional mampu menjadi faktor pendorong masyarakat di Indonesia melakukan mudik. Oleh karena itu, tidak heran bilamana kebijakan larangan mudik masih dilanggar oleh sebagian masyarakat Indonesia kala itu.
Namun demikian, apabila seluruh masyarakat Indonesia secara komprehensif mampu memahami konsekuensi mudik di masa pademi Covid-19, maka larangan mudik tak perlu dilanggar. Maka dari itu, sudah tugas kita untuk memutus mata rantai Covid-19. Akankah terwujud? Semua bergantung pada diri kalian masing masing.(*)