Opini

    Mengungkap Sisi Gelap Putusan Verstek yang Jarang Diketahui Publik, Benarkah?

    ×

    Mengungkap Sisi Gelap Putusan Verstek yang Jarang Diketahui Publik, Benarkah?

    Sebarkan artikel ini
    Dea Khofita

    Oleh : Dea Khofita

    Fakultas hukum, Universitas Bangka Belitung

    Dibalik gemerlapnya kepastian hukum yang ada saat ini, ada salah satu hal yang membuat hukum terlihat tidak adil bagi sebagian orang, apalagi bagi mereka yang tidak paham bagaimana cara hukum berjalan. Mekanisme hukum yang seharusnya menjadi jalan cepat bagi penggugat, justru menyimpan ketidakadilan bagi tergugat. Ketika palu hakim sudah diketuk tanpa kehadiran dan pembelaan salah satu pihak, yang membuat munculnya pertanyaan mendasar bagi kita. Apakah keadilan sudah benar-benar ditegakkan, ataukah hanya formalitas agar sebuah perkara bisa selesai saat itu juga? Pertanyaan tersebut membuka sebuah pertanyaan baru yakni apakah putusan verstek masih layak dilakukan saat ini?

    Berdasarkan Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI tahun 2023, sekitar 80 persen kasus perceraian di putus tanpa kehadiran tergugat dari total keseluruhan. Ketidakhadiran salah satu pihak yang membuat hakim memutuskan perkara saat itu juga disebut dengan putusan verstek. Keputusan tersebut dapat berupa mengabulkan seluruh gugatan penggugat, mengabulkan sebagian gugatan penggugat, menyatakan gugatan tidak dapat diterima, dan menolak gugatan penggugat. Salah satu masalah utama putusan ini adalah hilangnya hak tergugat untuk membela diri, sehingga hakim hanya mendengar keterangan satu sisi cerita yaitu hanya dari versi penggugat. Hal ini dapat membuka celah bagi penggugat yang tidak jujur untuk mengajukan gugatan fiktif ataupun menambah nilai kerugian. Hal ini dapat membuat tergugat mengalami kerugian khususnya secara finansial.

    Dalam beberapa kasus, putusan verstek dapat menjadi alat bagi salah satu pihak yang kuat baik secara ekonomi ataupun politik untuk menekan pihak yang lebih lemah. Dengan taktik intimidasi dan manipulasi yang terstruktur untuk mencegah kehadiran salah satu pihak dalam persidangan dapat memastikan kemenangan salah satu pihak di depan mata. Meskipun terdapat upaya perlawanan (verzet), tetapi proses ini bisa memakan waktu dan menambah beban pihak tergugat yang sebelumnya tidak hadir. Selain itu, penerapan putusan verstek memerlukan pemanggilan yang sah dan berulang agar tidak terjadi kesewenang-wenangan, namun dalam praktiknya terkadang hal ini tidak terlaksana secara optimal.

    Pada dasarnya putusan verstek dibuat agar semua pihak mematuhi tata tertib persidangan dan mencegah penyalahgunaan proses hukum yang dapat menghambat penyelesaian perkara. Hal ini juga untuk melindungi kepentingan dari penggugat yang sudah beritikad baik untuk menyelesaikan permasalahan ini di pengadilan. Akan tetapi dalam hal pemanggilan terdapat celah yang dapat digunakan salah satu pihak. Sehingga jika hal ini terjadi hakim dapat membuat keputusan yang tidak adil atau tidak proporsional dan hilangnya hak pembelaan, potensi gugatan fiktif, penyalahgunaan kekuasaan, kurangnya informasi, dan eksekusi yang merugikan salah satu pihak.

    Oleh karena itu, penerapan putusan verstek ini harus dilakukan dengan kehati-hatian agar tidak merugikan pihak tergugat dan tetap menjaga prinsip keadilan. Selain itu diperlukan juga edukasi mendasar mengenai bagaimana putusan verstek ini berjalan melalui berbagai saluran yang tersedia. Dengan adanya edukasi yang menyeluruh diharapkan jumlah kasus putusan verstek dapat diminimalkan, sehingga tidak ada lagi pihak yang kebingungan mengenai proses dan dampak dari putusan tersebut sehingga masyarakat bisa lebih tertib untuk menghadiri panggilan persidangan tersebut.(*)

     

     

    Ikuti berita INTRIK.ID di Google News

      Home
      Hot
      Redaksi
      Cari
      Ke Atas