Opini

    Arah Bijak Indonesia di Tengah Rivalitas Global

    ×

    Arah Bijak Indonesia di Tengah Rivalitas Global

    Sebarkan artikel ini

    Arjuna Ryan Fahrezi

    Mahasiswa Akuntansi Universitas Bangka Belitung

     

    Ketegangan antara dua kekuatan besar dunia Amerika Serikat dan Tiongkok semakin membentuk arah politik, ekonomi, dan keamanan global. Rivalitas yang semula terbatas pada isu dagang dan teknologi kini merambah ke kawasan Indo-Pasifik, termasuk Asia Tenggara, yang posisinya sangat strategis. Dalam konstelasi ini, Indonesia berada di persimpangan penting. Sebagai negara berdaulat sekaligus kekuatan menengah, Indonesia dituntut untuk bersikap bijak dalam menjaga kepentingan nasional tanpa terseret dalam pusaran konflik dua kutub global.

    Rivalitas ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang. Dari sisi ekonomi, Indonesia berpotensi menjadi tujuan relokasi industri global yang tengah mencari alternatif di luar Tiongkok. Namun, peluang itu tidak datang begitu saja. Indonesia harus memastikan kesiapan infrastruktur, iklim investasi yang sehat, serta tenaga kerja yang terampil agar mampu bersaing di tengah kompetisi regional yang ketat.

    Selain sektor manufaktur, Indonesia juga harus memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi digital. Di tengah percepatan transformasi teknologi, Indonesia memiliki kekuatan pasar digital domestik yang besar dan tumbuh cepat. Jika dikelola dengan baik terutama dengan melindungi data, menciptakan regulasi yang seimbang, dan mendorong inovasi lokal Indonesia tidak hanya akan menjadi pasar, tetapi juga pemain dalam peta ekonomi digital global. Penting untuk tidak menjadi terlalu bergantung pada teknologi dari satu pihak saja, baik itu dari Barat maupun Tiongkok.

    Sementara itu, proyek-proyek besar yang didukung Tiongkok, seperti yang terkait dengan Belt and Road Initiative, perlu dikelola dengan transparan dan hati-hati. Keuntungan jangka pendek harus ditimbang dengan cermat terhadap potensi ketergantungan jangka panjang. Pengawasan dan keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan menjadi kunci untuk memastikan proyek-proyek tersebut benar-benar membawa manfaat bagi rakyat.

    Dari perspektif geopolitik, Indonesia juga menghadapi ujian di wilayah perbatasan seperti Laut Natuna Utara. Ketegasan dalam mempertahankan wilayah kedaulatan adalah harga mati. Namun, ketegasan ini harus berjalan beriringan dengan pendekatan diplomatik yang aktif dan cerdas. Indonesia harus mampu berbicara dalam forum multilateral, menawarkan solusi damai, dan tetap menjaga hubungan baik dengan semua pihak tanpa kehilangan prinsip dan identitas.

    Dalam konteks regional, peran Indonesia di ASEAN harus dimaksimalkan. ASEAN memiliki potensi menjadi kekuatan penyeimbang yang kolektif, selama anggotanya mampu bersatu dalam visi strategis. Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan ini memiliki tanggung jawab untuk mendorong integrasi ASEAN dan memastikan kawasan tetap menjadi zona damai dan stabil, bukan ajang perebutan pengaruh dua kekuatan besar.

    Kebijakan luar negeri bebas aktif bukan sekadar doktrin sejarah, melainkan prinsip hidup bagi bangsa ini. Di tengah dunia yang makin terbelah, pendekatan Indonesia yang tidak memihak namun aktif membangun dialog menjadi kekuatan tersendiri. Justru dalam ketidakberpihakan itulah, Indonesia dapat menjadi penyeimbang dan penghubung antar kepentingan global.

    Dalam konteks ini, masyarakat menaruh harapan besar kepada pemerintah untuk bersikap jernih dan strategis. Keputusan yang diambil hari ini akan menentukan posisi Indonesia dalam lanskap global esok hari. Maka dari itu, diperlukan kebijaksanaan, bukan keberpihakan. Ketegasan yang dibarengi dengan kehati-hatian, serta visi yang melampaui kepentingan sesaat.

    Indonesia bukan pion. Indonesia adalah pemain strategis. Dan untuk memainkan peran itu dengan bermartabat, diperlukan arah yang bijak dan kompas kebijakan yang teguh. Karena di tengah gelombang persaingan global, yang mampu bertahan bukan yang terbesar, tetapi yang paling mampu menavigasi perubahan dengan kepala dingin dan hati yang berpihak pada rakyatnya.

    Kesimpulan: Indonesia sedang berada di titik keseimbangan yang genting namun penuh peluang. Dalam rivalitas global yang kian memanas, bangsa ini dituntut tidak hanya untuk bertahan, tetapi juga memainkan peran strategis dengan kepala dingin dan visi jauh ke depan. Sikap tidak memihak bukan berarti pasif; justru di situlah letak kekuatan Indonesia menjadi jembatan, penengah, sekaligus pelaku aktif dalam menjaga stabilitas kawasan dan memperjuangkan kepentingan nasional.

    Kebijakan luar negeri yang bebas aktif, penguatan ekonomi nasional, dan keberanian dalam menjaga kedaulatan harus menjadi satu kesatuan arah. Untuk itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil agar Indonesia mampu berdiri tegak, bermartabat, dan dihormati di tengah perubahan dunia yang cepat dan penuh tantangan.

    Di antara dua kekuatan global, Indonesia tidak perlu menjadi pengikut. Indonesia punya kesempatan besar untuk menjadi pengarah. Namun, untuk itu, kita perlu bertindak dengan hati-hati, berbicara dengan kejelasan, dan melangkah dengan keberanian. Itulah arah bijak Indonesia: tidak sekadar berada di tengah, tetapi mampu berdiri di atas prinsip.(*)

    Ikuti berita INTRIK.ID di Google News

      Home
      Hot
      Redaksi
      Cari
      Ke Atas