Scroll untuk baca artikel
Opini

Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi Di Bangka Belitung Masih Rendah

394
×

Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi Di Bangka Belitung Masih Rendah

Sebarkan artikel ini
Kevin Setiawan
Foto: Kevin Setiawan

Kevin Setiawan

(Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Prodi Akuntansi di Universitas Bangka Belitung)

Pendidikan merupakan hal yang wajib guna meningkatkan kualitas dan kemampuan masing-masing individu, membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh. Pendidikan di Indonesia terdiri dari beberapa tingkatan. Dimulai dari tingkatan terendah hingga tertinggi yaitu prasekolah(TK), pendidikan dasar(SD), pendidikan menengah(SLTP, SLTA), dan pendidikan tinggi(D1-D4, S1-S3). Dilansir dari situs worldtop20.org, pendidikan di Indonesia berada di peringkat ke-67 dari 209 negara yang ada di dunia yang berarti tetap sama seperti tahun lalu. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya kesadaran warga negara Indonesia untuk menempuh pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Rata-rata para lulusan SMA/SMK lebih memilih menyudahi pendidikannya dan langsung mencari pekerjaan ketimbang harus melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2022, Di Indonesia terdapat beberapa provinsi dengan angka partisipasi kasar perguruan tinggi terendah yaitu Bangka Belitung sebesar 14,85%, diikuti dengan Papua sebesar 20,08% dan Lampung sebesar 21,48%. Predikat ini sudah dipegang oleh Bangka Belitung selama 8 tahun terakhir. Dikutip dari POSBELITUNG.CO Sekitar 37,34% lulusan SMA dan SMK memilih untuk bekerja, sebanyak 18,02% merasa bahwa cukup di SMA dan SMK, 17,34% karena menikah, 16,54% karena tidak ada biaya dan 0,75% faktor lainnya. Hal ini menjadi tanggapan serius Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaludin.

Bangka Belitung sendiri dikenal dengan hasil alamnya yang lumayan berlimpah. Diantaranya adalah komoditas tambang berupa timah, dan komoditas perkebunan berupa karet, lada, kelapa sawit dan kelapa. Namun ternyata hal tersebut dapat mempengaruhi partisipasi lulusan SMA/SMK Babel di perguruan tinggi. Dengan berlimpahnya kekayaan alam Babel yang mudah diperoleh, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk ikut dalam kegiatan perkebunan maupun tambang timah. Selain itu, masyarakat Babel juga mempunyai cara pandang yang dapat dikatakan cukup miring, contohnya saja mengenai lulusan sarjana/diploma pun yang dianggap belum tentu sanggup mendapatkan pekerjaan yang layak dan turut serta dalam angka penyumbang pengangguran. Bahkan menurut pandangan umum, Banyak pekerjaan atau karir yang bisa diperoleh tanpa harus mendapatkan gelar. Tentu saja permasalahan tersebut juga dapat berdampak dalam pembangunan dan pengembangan SDM Bangka Belitung. kita tahu bahwa untuk melamar pekerjaan yang layak di zaman sekarang, terdapat syarat yang harus kita capai sebagai tuntutan dari instansi. Misalnya; minimal S1,S2.

Baca Juga:  Di Babel, Angka Melanjutkan ke Perguruan Tinggi Masih Rendah

Kebanyakan dari mereka mempunyai keadaan ekonomi yang kurang mendukung. Dibandingkan harus berkuliah yang berpotensi mengeluarkan uang, bekerja dianggap sebagai keputusan yang lebih logis. Karena dengan cepat bekerja dianggap dapat dengan segera memperbaiki nasib. Sebenarnya dengan berkuliah, diri masing-masing individu dapat berkembang, baik secara ilmu dan wawasan serta banyaknya relasi yang dapat diperoleh. jika dilihat-lihat, pemerintah juga sudah mengupayakan beberapa usaha untuk mendorong laju pendidikan khususnya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi misalnya menyediakan beasiswa KIP untuk menunjang mereka yang kurang mampu. Tidak hanya itu, selama berkuliah banyak beasiswa lain yang dapat diperoleh misalnya beasiswa Bank Indonesia, beasiswa LPDP dan lain sebagainya. Namun untuk beasiswa-beasiswa ini pun dinilai masih kurang efektif dalam penerapannya karena masih belum dapat mempengaruhi peningkatan persentase angka partisipasi pendidikan di Babel yang malah menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2021 kemarin.

Selain faktor ekonomi, gengsi juga ikut berperan dalam rendahnya persentase pendidikan. Banyaknya kampus-kampus ternama membuat kampus-kampus kecil menjadi sepi peminat. Karena kebanyakan orang yang gagal lolos seleksi lebih memilih bekerja atau gap year untuk mencoba lagi di tahun berikutnya agar dapat tembus di PTN favorit yang mereka tuju.

Mindset-mindset miring sudah seharusnya diubah sejak dini. Jika mindset yang sudah jadul terus dilestarikan, maka akan sulit untuk membawa perubahan. Ditambah pengaruh lingkungan sekitar. Kita harus pandai dan bisa memilih mana lingkungan yang mendukung dan mana yang malah berdampak negatif.

Pemerintah bisa mencoba melakukan pembinaan serta sosialisasi tentang pentingnya menempuh jenjang pendidikan ke tahap yang lebih tinggi. Dengan adanya satu per satu individu yang terbuka pikirannya. Maka akan semakin bertambah pula nantinya individu-individu lain yang berpemikiran sama. Pemerintah juga dapat mencoba mendorong peningkatan kualitas pendidikan . Jika kualitas pendidikan yang ada semakin baik, maka akan besar kemungkinan orang akan tertarik untuk terus melanjutkan pendidikan disini dan akan semakin banyak SDM unggulan yang berasal dari Bangka Belitung.

Baca Juga:  Bakti Sosial HUT 5 MIND ID, PT Timah Fokus Dunia Pendidikan

Jadi dapat disimpulkan, untuk menanggulangi permasalahan pendidikan Bangka Belitung yang masih rendah, dukungan pemerintah sangat diperlukan mengingat banyaknya dari mereka yang ingin melanjutkan pendidikan namun terhalang ekonomi. serta kurangnya minat dari diri masing-masing dari mereka dapat diatasi dengan menanamkan pola pikir positif terhadap pentingnya pendidikan, lalu diikuti dengan memperbaiki sistem dan kualitas pendidikan yang ada.(*)

Home
Hot
Redaksi
Cari
Ke Atas