Opini

    Stok Seret, Harga Makin Ngegas!

    ×

    Stok Seret, Harga Makin Ngegas!

    Sebarkan artikel ini
    Endang Kusniati

    Oleh:

    Endang Kusniati, M.A.

     (Dosen LB IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung)

     

    Kelangkaan BBM yang terjadi di Bangka Belitung kurang lebih seminggu ini menimbulkan dampak multidimensional yang mengganggu stabilitas sosial-ekonomi masyarakat. Situasi ini tidak hanya terlihat dari sulitnya warga mendapatkan bahan bakar, tetapi juga dari perubahan harga yang melonjak signifikan di tingkat pengecer. Kondisi tersebut memperlihatkan bagaimana ketidakseimbangan pasokan dapat menciptakan ketidakpastian yang menghambat aktivitas produktif masyarakat.

    Hingga hari ini, antrean panjang di sejumlah SPBU masih terjadi. Ratusan kendaraan menumpuk sejak pagi, sebagian bahkan mengantre berjam-jam hanya untuk mendapatkan beberapa liter bensin. Fenomena ini menunjukkan bahwa pasokan belum bisa dikatakan normal dan distribusi belum berjalan secara efisien. Antrean yang berkelanjutan juga menandakan adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan masyarakat dengan suplai yang diterima SPBU.

    Secara empiris, masyarakat Bangka Belitung mengalami kendala serius dalam menjalankan aktivitas harian. Banyak pekerja dari berbagai sektor tidak dapat berangkat kerja, mahasiswa terhambat mengikuti perkuliahan, dan anak-anak terpaksa absen sekolah karena kendaraan orang tua mereka tidak memiliki BBM. Jika tidak segera ditangani, maka akan terjadi penurunan mobilitas dan berpotensi mengurangi produktivitas kerja masyarakat secara luas.

    Ironisnya, harga BBM di tingkat eceran melonjak drastis. Padahal, harga resmi di SPBU tetap Rp10.000 per liter, namun di lapangan harga dapat mencapai Rp 15.000 (kategori masih bisa diterima, mengingat antre dan langka), sedangkan beberapa titik di toko eceran tertentu ada yang mencapai Rp18.000 hingga Rp20.000 per liter. Lonjakan hampir dua kali lipat ini memperberat beban warga.

    Kenaikan harga memang bisa terjadi saat pasokan BBM seret, tetapi tetap harus berada pada batas kewajaran agar masyarakat tetap memiliki kemudahan dalam mendapatkan/membeli BBM.

    Secara etis dan sosial, kenaikan drastis tersebut memperburuk kerentanan kelompok berpenghasilan rendah. Harga yang terlalu tinggi menciptakan akses yang tidak merata terhadap energi, yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar untuk mobilitas, pendidikan, dan pekerjaan.

    Oleh karena itu, regulasi dan pengawasan distribusi menjadi sangat krusial. Pemerintah daerah perlu melakukan intervensi berbasis data—mulai dari monitoring pasokan SPBU, evaluasi distribusi agen-agen resmi, hingga batas ambang kenaikan harga eceran yang dianggap wajar. Selain itu, diperlukan mekanisme komunikasi publik yang transparan untuk mencegah kepanikan dan pembelian berlebihan.

    Pada akhirnya, krisis BBM di Bangka Belitung tidak boleh dianggap sebagai persoalan rutin tahunan. Ia merupakan indikator adanya kelemahan dalam tata kelola energi dan perlunya kebijakan yang lebih responsif. Selama stok masih seret dan harga di eceran “makin ngegas”, masyarakatlah yang terus menanggung dampaknya. Diperlukan koordinasi yang kuat agar distribusi kembali stabil dan harga tetap berada dalam batas keterjangkauan.

    Ikuti berita INTRIK.ID di Google News

      Home
      Hot
      Redaksi
      Cari
      Ke Atas