Scroll untuk baca artikel
Opini

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur kredit macet atau Wanprestasi Diakibatkan Pandemi Covid

501
×

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur kredit macet atau Wanprestasi Diakibatkan Pandemi Covid

Sebarkan artikel ini
IMG 20221003 WA0103

Oleh : Fadhilah Farraby, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

Cidera janji Atau wanprestasi yang dilakukan debitur pasti didasari oleh beberapa faktor yang menyebabkan debitur melakukan hal tersebut, di mana dalam penanganannya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan atau sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Tetapi apakah sama penerapannya seperti kasus yang kita maksud dengan kejadian yang sedang menimpa Indonesia yaitu pandemi covid-19, yang dimana hal tersebut menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Banyak sekali para pekerja yang mengalami PHK, pemotongan gaji, dan banyak yang susah mencari pekerjaan kembali, oleh sebab itu tentu ini menjadi rantai yang terikat dikarenakan jika terjadi hambatan terhadap hal tersebut maka di belakangnya akan ada lagi hambatan lainnya.

Hal ini perlu kita perhatikan karena faktornya bukan dari kemauan debitur untuk melakukan cidera janji atau wanprestasi tersebut tetapi keadaan krisis ekonomi Indonesia terhadap pandemi covid-19 inilah yang menjadi penyebabnya.

Apakah keadaan seperti ini dapat dikatakan force majeur sehingga dalam mengatasinya tentu ada cara lain sehingga nantinya akan terdapat perlindungan hukum terhadap debitur yang terkena dampak pandemi Covid – 19 ini.

Nah yang akan kita bahas disini adalah perlindungan hukum terhadap debitur yang melakukan cedera janji atau kredit macet (wanprestasi) dimasa pandemi covid – 19. Masyarakat di indonesia dalam hal ini banyak sekali yang mengutang untuk pembelian benda bergerak seperti kendaraan roda dua atau roda empat yang dijaminkan dengan jaminan fidusia.

Ketika melakukan cedera janji tentunya sudah jelas tertuang didalam Undang – Undang nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, bagaimana caranya prosedur dan mengeksekusinya.
Tetapi tentunya apakah hal tersebut secara nyata penerapannya dapat diterapkan ketika adanya situasi pandemi covid – 19 ini. Tentunya pasti akan ada pertimbangan mengingat pandemi ini benar-benar mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat Indonesia.

Baca Juga:  Sudah 13 ODGJ Positif Covid 19 di RSJD Babel

Penetapan bencana non alam penyebaran bencana nonalam yang diakibatkan oleh penyebaran virus corona yang telah dinyatakan sebagai suatu bencana nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2020. Sangat sering ditemukan pada saat ini pandemi ini cidera janji atau wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Dimana force majeur atau suatu keadaan memaksa (overmacht) diatur di dalam pasal 1244 KUHPerdata dan pasal 1245 KUHPerdata

Pasal 1244 menyebutkan bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepat waktu disebabkan oleh sesuatu hal tak terduga yang tak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.

Pasal 1245 menyebutkan tidak ada penggantian biaya kerugian dan bunga baik karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan sesuatu perbuatan yang terlarang baginya.

kedua pasal diatas dapat diartikan bahwa selama debitur tidak ada niatan buruk dan adanya suatu peristiwa tak terduga di luar kesalahan debitur maka kondisi tersebut dapat dikatakan Force majeure walaupun tentunya harus dibuktikan terlebih dahulu. Namun hal ini tidak serta merta membuat debitur lepas tangan akan perjanjian yang telah dibuat,melainkan ini seperti menunda apa yang diwajibkan bukan meniadakan secara utuh sesuatu secara sepihak.

Beberapa kebijakan POJK merupakan langkah antisipasi untuk menjaga momentum perbaikan kinerja debitur akibat covid-19 dan menjaga stabilitas kinerja Lembaga Jasa Keuangan NonBank atau LJKNB. Terkait dengan kredit atau pembiayaan macet atau debitur terkena dampak covid-19, diharapkan restrukturisasi kredit yaitu sebagaimana telah diatur dalam POJK NO 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan counterdycal dampak penyebaran Covid – 19 sudah diubah pada POJK NO 48/POJK.03/2020, yaitu:

Baca Juga:  Seruan #StopBayarPajak Harus Dihentikan!

-penurunan suku bunga
-perpanjangan jangka waktu
-pengurangan tunggakan pokok
-pengurangan tunggakan bunga
-penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan
-konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.

Berdasarkan pada pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pandemi covid itu merupakan bencana nonalam yang ditetapkan sebagai bencana nasional, oleh karenanya dikeluarkan Keppres yang menandakan hal ini termasuk kategori Force majeure keadaan dimana debitur tidak ada niatan buruk atau itikad buruk. Akan tetapi kewajiban debitur bukan berarti hilang namun ditunda ataupun adanya keringanan seperti yang diatur dalam UU POJK NO.48 /POJK.03/2020 tersebut.

Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwasanya perlindungan hukum bagi debitur yang wanprestasi akibat dampak dari pandemi ini seperti yang telah disampaikan tadi dan bukan berarti kewajibannya sebagai debitur hilang begitu saja, akan tetapi ditunda atau diringankan dan atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

Home
Hot
Redaksi
Cari
Ke Atas