Azzahra Farras Suniyyah
Pernikahan di usia muda sudah menjadi hal yang lumrah di zaman sekarang terutama bagi generasi z atau yang biasa disebut sebagai gen z. Tak sedikit dari mereka yang beranggapan bahwa menikah di usia muda adalah solusi yang tepat untuk meringankan masalah, baik itu masalah perekonomian maupun masalah lainnya. Generasi Z dikenal dengan ciri khasnya yang sangat mudah mengikuti perubahan zaman ditambah dengan teknologi yang sudah berkembang pesat. Generasi ini juga seringkali mencari kebebasan dalam mengekspresikan diri. Namun, dibalik perkembangan teknologi dan kebebasan tersebut permasalahan satu persatu mulai muncul, salah satunya ialah tingginya angka perceraian karena adanya pernikahan di usia yang belum mapan.
Pernikahan dini umumnya dialami oleh remaja yang baru saja lulus SMA dimana berusia 17 sampai 18 tahun. Tapi tidak menutup kemungkinan pula bahwa masih banyak anak yang di bawah umur 17 tahun seperti 15 dan 16 tahun melangsungkan pernikahan. Hal ini tentunya membuat pernikahan di usia muda sudah menjadi hal yang umum. Banyak dari mereka yang memilih untuk menikah di usia muda karena terpengaruh oleh berbagai faktor seperti pengaruh sosial muda, tekanan sosial dan keinginan untuk mencoba mandiri secara finansial. Pernikahan di usia muda ini seringkali tidak didukung oleh mental yang matang dan emosi yang stabil.
Trend nikah muda tentunya memiliki banyak sekali dampak, salah satunya ialah angka perceraian yang cukup tinggi. Pernikahan di usia muda seringkali berisiko tinggi karena belum adanya pengalaman hidup yang cukup bagi pasangan yang akan melakukan nikah muda, dan belum mapan secara finansial serta belum sepenuhnya memahami komitmen yang diperlukan dalam pernikahan. Hal ini tentunya dapat menyebabkan konflik yang serius antara pasangan sehingga dapat mengarah ke perceraian.
Selain itu, tekanan dari lingkungan sosial dan ekspetasi yang tinggi terhadap pernikahan di usia muda juga dapat mempengaruhi kestabilan dalam hubungan. Pasangan suami istri muda seringkali sulit untuk menghadapi tekanan untuk mencapai kesuksesan dalam berkarir, membangun rumah tangga, dan memenuhi harapan orang lain yang diman semua hal tersebut dapat menambah beban dalam hubungan suami istri tersebut.
Adapun hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi angka perceraian ini yaitu pemerintah dan masyarakat dapat memberikan pendidikan dan dukungan bagi para generasi z tentang betapa pentingnya mapan dalam segi finansial, mental, dan emosi sebelum untuk memutuskan untuk menikah muda. Serta diperlukannya upaya untuk mengubah pola pikir masyarakat terkhususnya generasi muda terkait usia ideal untuk menikah, sehingga pasangan suami istri baru, dapat elbih memahami pentingnya untuk menunggu melakukan pernikahan sehingga mereka benar-benar siap baik secara mental maupun finansial.