BANGKA. INTRIK.ID – Menindak lanjuti hasil pertemuan beberapa hari yang lalu, Sejumlah orang pengurus Forum Penyelamat Marwah Bangka ( FPMB ) mendatangi kantor PT. GML. Kedatangan mereka itu bertujuan untuk mengetahui fakta yang terjadi, terkait permintaan perkebunan Plasma Sawit masyarakat dari 8 desa di Kabupaten Bangka.
Pantauan INTRIK.ID di Kantor PT. GML , Rabu ( 15/1/2025) para pengurus FPMB diterima langsung oleh petinggi – petinggi perusahaan. Efendi Harun selaku ketua FPMB saat pertemuan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Dimana menurut Efendi Harun pihaknya ingin bantu investasi dan masyarakat juga tertolong.
“Kita hadir disini untuk mengetahui soal kewajiban perusahaan apa, yang saya tau PT. GML sudah lama berdiri dari tahun 1995. Hari ini ada pihak yang obok – obok kami berharap bisa diberikan data valid apa saja yang sudah dilakukan pihak PT. GML, kami ingin menyuarakan ini kepada masyarakat. Kami ingin bantu investasi dan kami juga ingin masyarakat tertolong. Jadi kita tau terkait plasma, kami merasa terpanggil untuk menjaga kondusivitas iklim investasi khusus di Kabupaten Bangka,” ungkapnya.
Menyambung pernyataannya Efendi Harun berharap perusahaan mau terbuka terkait kendala, dirinya juga berharap ada kerja sama bersama pihaknya yang berkelanjutan.
“Jika ada kelemahan di perusahaan sampaikan juga, karena perusahaan sudah mengeluarkan modal besar untuk gerakan ekonomi terkadang masih disalahkan. Kita tau PT. GML sudah lama berdiri dan banyak orang yang sudah menerima manfaat. Kami berharap jika terjadi kerja sama jangan hanya sekali ini saja, kami tidak ada maksud terselubung,” pintanya.
Sementara itu merespon permintaan ketua FPMB , Lidia Simatupang perwakilan pihak PT GML mulai membuka fakta dengan sejumlah data. Diantaranya yang disampaikan Lidia berkenaan dengan IUP dan HGU milik PT. GML.
“Izin lokasi itu diangka 15. 450 Hektar setelah itu kita ada 3 HGU tahun 1998, ada dua yaitu nomor 2 dan 3 total hektar 12.704 hektar . Kemudian di tahun 2016 kita ada lagi HGU untuk luas 847, 57 hektar total sertifikat ada 19. Ada perubahan tahun 2019 HGU nomor 2 dan 3 disana ada tanah terlantar jadi itu dikeluarkan 751.3 hektar dikembalikan kepada negara,” terangnya.
Masih dalam penjelasan data – data perusahaan, Lidia menyampaikan dari beberapa perubahan HGU berdasarkan peraturan total HGU yang dimiliki PT.GML dan program plasma.
“Nah soal IUP kita tahun 2014 ada Permentan nomor 98 tahun 2013, ada perubahan IUP lagi Tahun 2016. yang final itu tahun 2018 jadi total IUP PT. GML 13.551, 57 Hektar ini IUP kita sekarang. Terkait kewajiban plasma sekarang namanya FPKM ( Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat), waktu itu ada Dek Dirjen tahun 2023 terkait fase – fase perusahaan berdasarkan tahun terbitnya izin usaha perusahaan perkebunan,” jelasnya.
Menambah penjelasan tentang IUP dan HGU milik PT.GML Lidia membeberkan secara peraturan pihaknya mempunyai beberapa kewajiban untuk masyarakat sekitar perusahaan.
“Saat kita rapat dikantor Bupati Bangka difasilitasi Dinas Pertanian dan perkebunan narasumber lansung dari dirjen bun. Jadi dari aturan berlaku kita ada 2 kewajiban, pertama FPKM harus dikeluarkan 20% dari HGU 847,57 hektar atas dasar selisih IUP 2014 – 2018. Kalau kita hitung kewajiban 20 % dari HGU hanya 169, 5 hektar. IUP tahun 2014 itu bukan IUP baru tetapi untuk memenuhi aturan atas izin sebelumnya yaitu HGU Tahun 1998. Kalau berdasarkan Undangan – Undangan itu lah kewajiban perusahaan untuk Usaha Produktif,” tambahnya.
Kembali lagi soal tuntutan masyarakat terkait perkebunan plasma sawit ,Lidia menerangkan bahwa HGU tidak bisa dipotong untuk plasma. Sebaliknya plasma dibuka diluar HGU yang dimiliki perusahaan.
“Tuntutan masyarakat maunya kebun plasma itu lepas dari HGU artinya dipotong, tetapi sebenarnya ikut aturan kebun plasma diluar areal HGU bukan dipotong apa yang kita punya. Kalau kita lihat sekarang namanya pola plasma ada dua yakni revitalisasi sama KKSR. Revitalisasi kita mulai 2011 dan KKSR tahun 2020 kalau saya tidak salah. Total revitalisasi dan KKSR 941 hektar kewajiban kita sebenarnya berdasarkan aturan 169, 5 hektar,” pungkasnya.
Diakhir keterangannya Lidia menginformasikan bahwa pihak PT. GML sudah melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan perekonomian. Mengenai kisruh yang terjadi Lidia berpendapat masyarakat mendapat informasi yang kurang valid.
“Sisa dari itu kewajiban kita namanya kegiatan usaha produktif yang bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Seperti mereka butuh koperasi yang isinya petani pekebun mitra dengan kita kemudian kita bantu bibit, pupuk. Berkaca kisruh ini kita tidak salah, mungkin masyarakat mendapat informasi tidak valid,” tutupnya.