Oleh: Nurul Aryani (Aktivis Dakwah Islam)
Lagi dan lagi, kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap anak oleh pihak terdekat kembali terulang. Pada awal Oktober 2025 ada dua kasus pencabulan terhadap anak naik di media Bangka Belitung.
Pertama dari Bangka Barat, Kasatreskrim Polres Bangka Barat (Babar) membenarkan telah terjadinya persetubuhan terhadap anak di bawah umur pada Kamis (9/10/2025). Mirisnya pelaku merupakan ayah tiri korban berinisial HM alias AM (54). Sementara korban usianya 16 tahun. (Timelines Babel, 09/10/25). Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi di Kabupaten yang sama, Seorang pria berinisial HG (32) ditangkap anggota Satreskrim Polres Bangka Barat atas dugaan persetubuhan. Dia menyetubuhi anak tiri berusia 13 tahun hingga melahirkan. Memilukannya, aksi bejat ini sudah dilakukan berulang kali sejak tahun 2019 atau hampir selama 6 tahun. Peristiwa terjadi di salah satu desa di Kecamatan Parittiga. ( Inews Babel, 02/10/25).
Tidak cukup membuat netizen Bangka geram, kejadian serupa juga terjadi di Kec.Koba, Bangka Tengah. Kasus pencabulan anak yang terjadi di Kecamatan Koba ini dilakukan seorang pria berinisial B (38), bejatnya ia tega melakukan aksi pencabulan kepada anak kandungnya sendiri yang masih di bawah umur. Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari pihak keluarga korban yang melaporkan dugaan perbuatan asusila tersebut ke Polres Bangka Tengah pada Jumat, 10 Oktober 2025.(Lintasbabel.inews.id, 11/10/25)
Kasus Pencabulan Anak Terus Naik, Mengapa?
Kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap anak sepanjang 2024 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2023. “Selanjutnya, kasus cabul naik 4 kasus atau naik 40 persen dibandingkan 2023. Di 2024, total ada 14 JTP dengan penyelesaian tindak pidana (PTP) sebanyak 8,” Ujar Kapolda Babel Irjen Hendro Pandowo. Sedangkan kasus pemerkosaan. Sepanjang 2024 mengalami kenaikan sebanyak 33 persen atau 2 kasus. (DetikSumbagsel, 31/Des/25). Sedangkan tahun 2025 belum usai saja sudah sangat heboh berita kasus pencabulan terhadap anak dari berbagai Kabupaten di Babel.
Tidak cukup berkata miris kita semua harus tau akar sebab kenapa kasus seperti ini terus berulang. Setidaknya ada beberapa poin yang dapat kita sorot sebab terjadinya kasus pencabulan atau pemerkosaan terhadap anak oleh keluarga terdekat:
Pertama, maraknya pornografi di tengah masyarakat. Derasnya rangsangan yang masuk secara personal dan mudah untuk diakses membuat manusia mudah bangkit syahwatnya. Mirisnya, Indonesia masuk dalam 10 besar negara pengakses situs porno di dunia. Banyak kasus pemerkosaan dipicu oleh pelaku yang kerap mengkonsumi video porno. Nahasnya, mereka menyasar orang yang tidak berdaya seperti anak-anak. Anak-anak diancam dibunuh/disakiti ketika melapor atau ada juga yabg diiming-imingi hadiah. Akhirnya, mereka dapat melancarkan aksi bejat mereka dengan leluasa.
Mirisnya, negara tidak pernah benar-benar serius memblokir berbagai tayangan pornografi ini. Semua bisa diakses dengan mudah dan bahkan ada di media sosial yang dikonsumsi harian oleh masyarakat. Negara berlepas tangan dan menyerahkan kontrol pada individu. Kampanye jauhi pornografi sudah ada, tapi negara kemana saat konten porno tumbuh menjamur di tengah masyarakat? Masalah klasik ini nyatanya tidak pernah tuntas, jadi wajar saja pemerkosaan dan pencabulan masih terjadi.
Kedua, rapuhnya ketakwaan dan kontrol diri. Tidak bisa dipungkiri disaat konten porno menyebar secara sporadis ketakwaan adalah benteng utama kaum muslimin. Namun, sistem hidup sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) telah merusak ketakwaan. Agama dipisahkan dari kehidupan, akibatnya manusia hidup sesuai hawa nafsunya. Banyak ummat Islam yang akhirnya bersikap sekuler dan liberal (bebas) dan tidak mengontrol dirinya dengan syariat. Perilaku bebas akhirnya sering dijumpai termasuk bebas dalam menyalurkan nafsu syahwat. Na’uzubillah.
Ketiga, Orang terdekat dan masyarakat kadang tidak mau ikut campur dan memilih bersikap individualis. Ada kasus dimana anak korban pelecehan yang diketahui malah dibiarkan saja. Masyarakat/keluarga memilih bungkam misalnya karena tidak ingin berurusan dengan pelaku, apalagi jika pelaku dikenal tempramen dan main parang.
Sikap individualis juga telah menjangkiti masyarakat. Ketika melihat penyimpangan misalnya dalam berpakaian si anak atau interaksi anak dengan ayahnya yang kelewatan batas mesra masyarakat lebih memilih diam daripada menegur.
Keempat, lemahnya penjagaan negara. Negara dalam sistem sekuler kapitalisme sangat lemah dalam melindungi masyarakat. Kehormatan masyarakat mudah diganggu, sebab negara berlepas tangan dan menyerahkan urusan pada individu masing-masing. Akibatnya, rakyat harus melindungi diri sendiri. Belum lagi sanksi yang diberikan kepada pelaku pemerkosaan juga lemah. Sudah di penjara pun kadang masih dapat remisi. Hukum yang diberlakukan tidak memberi efek jera pada pelaku, juga tidak memberi efek pencegahan kepada orang lain yang ingin melakukan hal serupa.
Butuh Sistem Islam
Berbagai solusi dalam rangka menanggulangi kejahatan seksual jelas mustahil lahir dari sistem yang sama-sama liberal, sebagaimana sistem yang menumbuhsuburkan tindakan bejat itu. Sebaliknya, kita membutuhkan sistem yang memiliki standar halal-haram yang hakiki. Itulah sistem sahih, sistem Islam.
Islam memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi kekerasan seksual, dalam hal ini terdiri atas tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.
Individu yang bertakwa lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan. Keluarga yang terikat dengan syariat Islam kafah akan melahirkan orang-orang saleh yang enggan berlaku maksiat. Potret keluarga seperti inilah yang mampu untuk melindungi anak-anak di dalamnya dari kejahatan kekerasan seksual, termasuk menutup celah munculnya predator seksual dari keluarga sendiri.
Keluarga tersebut tentu tidak bisa berdiri sendiri. Mereka perlu lingkungan tempat tinggal yang nyaman bersama masyarakat yang kondusif. Masyarakat tersebut harus memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama-sama bersumber dari syariat Islam, demikian pula landasan terjadinya pola interaksi di antara mereka. Kondisi ini membuat mereka tidak asing dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka tidak akan bersikap individualistis karena mereka meyakini bahwa mendiamkan kemaksiatan sama seperti setan bisu.
Finalnya, yakni negara yang menerapkan aturan Islam kafah (Khilafah) sehingga mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, maka sanksi tersebut dapat menebus dosanya. (MuslimahNews, 30/08/23)
Negara dalam rangka melindungi rakyat juga akan memblokir berbagai situs porno atau tayangan yang memicu munculnya syahwat. Tidak akan ditemukan media dalam sistem Islam mempropagandakan konten porno. Semua media yang tayang adalah media yang positif, bermanfaat dan mampu meningkatkan ketakwaan ummat.
Dengan demikian jelas, sistem Islam inilah yang mampu mencegah dan mengatasi lahirnya kejahatan seksual anak di tengah keluarga dan masyarakat. Semua aturan Islam secara komprehensif hanya dapat terwujud hanya dengan negara. Wallahu’alambisawab.(*)




