Scroll untuk baca artikel
Opini

Reklamasi Bekas Tambang Timah Menjadi Desa Berbasis Pertanian Terpadu

383
×

Reklamasi Bekas Tambang Timah Menjadi Desa Berbasis Pertanian Terpadu

Sebarkan artikel ini
IMG 20230120 111346
Foto: Miftahul Jannah

Miftahul Jannah

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Bangka Belitung

Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah penambangan timah yang sudah berlangsung sejak era kolonial Belanda dan terus berlangsung sampai saat ini. Dalam kegiatan penambangan ini, pelaku utama penambangan bukan hanya perusahaan swasta tetapi juga masyarakat berupa tambang inkonvensional (TI). Selain itu, di Kepulauan Bangka Belitung juga banyak sekali lahan bekas tambang yang tidak dimanfaatkan dengan baik, sehingga lahan tersebut lama kelamaan menjadi lahan yang terbengkalai dan akan menyebabkan kondisi lahan yang tidak beraturan seperti terjadinya degradasi lahan, hilangnya kekayaan biodiversity dan topografi lahan, dengan status kesuburan tanah yang sangat rendah sehingga membuat nilai pH tanah menjadi rendah dan terjadinya perubahan kondisi tanah seperti rusaknya sifat fisik maupun kimia pada tanah di lahan bekas penambangan.

Banyaknya lahan bekas tambang yang terbengkalai di Bangka Belitung menjadi masalah utama yang merusak lingkungan. Akibat yang ditimbulkan dari hasil penambangan adalah terjadinya perubahan kondisi lingkungan berupa rusaknya sifat fisik maupun kimia tanah, kualitas air tanah, dan topografi lahan. Dilihat dari sisi sifat fisik dan kimia tanah, yang menjadi kendala utama dalam melakukan pemanfaatan lahan bekas tambang adalah adanya lahan yang tidak subur. Kondisi lahan yang tidak subur ini berupa tanah yang minim kandungan unsur haranya.

Permasalahan seperti inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah di mana pemerintah melakukan tugas untuk mengarahkan dan mengawasi segala proses kegiatan pertambangan, hal ini dilakukan agar meminimalisir dampak negatif yang ada dari lahan bekas tambang tersebut. Untuk itu dalam mengatasi masalah terbengkalainya lahan bekas tambang ini perlu untuk melakukan kegiatan reklamasi agar lahan bekas tambang ini dapat dimanfaatkan dengan baik.

Menurut UU RI Nomor 3 tahun 2020, reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Selain itu, menurut ketentuan dalam Pasal 99 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara bahwa para pihak yang telah mendapatkan surat izin usaha pertambangan dari pemerintah wajib untuk melaksanakan kegiatan reklamasi atau pasca tambang dalam rangka memenuhi keseimbangan antara lahan yang telah dibuka serta melakukan pengelolaan lubang bekas tambang akhir dengan batas paling luas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun sayangnya, kebanyakan penambang legal dan sudah mendapatkan surat izin usaha justru tidak bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan reklamasi, sehingga banyak kolong-kolong bekas penambangan terbengkalai dan membuat struktur tanah yang rusak dan hilangnya tingkat kesuburan pada tanah. Ditambah lagi para penambang timah ilegal yang juga menambah angka bekas lahan tambang.

Kegiatan reklamasi yang dimaksud, di mana dalam hal ini dilakukannya pembangunan berupa Desa Reklamasi Berbasis Pertanian Terpadu dengan menerapkan beberapa kegiatan ataupun aktivitas seperti melakukan kegiatan penanaman tanaman holtikultura dengan memanfaatkan sistem akuaponik di bawah tanaman tersebut. Selain itu, melakukan pembangunan pemukiman serta melakukan penanaman beberapa tumbuhan dan juga pohon pada pemukiman tersebut.

Pembangunan Desa Reklamasi ini, merupakan solusi dari isu nasional tentang konservasi sumberdaya hayati. Untuk itu, dalam pembangunan Desa Reklamasi Berbasis Pertanian Terpadu ini diperlukannya suatu daerah yang mendukung adanya pembangunan ini. Dalam hal ini daerah yang cocok dalam pembangunan Desa reklamasi pada lahan bekas tambang ini adalah di Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Derah (2018) luas lahan bekas tambang di Kepulauan Bangka Belitung mencapai 15.579,747 Ha. Selain itu, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengeluarkan data inventarisasi kerusakan lingkungan, total kelas tingkat lahan kritis yaitu 1.675.240,51 Ha dengan kriteria lahan kritis dan potential kritis sebesar 15,15% dan 37,28%, 44,54% berupa lahan agak kritis serta 10,79% berupa lahan tidak kritis dan lainnya. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa lahan bekas tambang di Bangka Belitung perlu dilakukan reklamasi untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang telah terjadi.

Lahan bekas tambang timah berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai areal pertanian dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan mengatasi persoalan lingkungan pasca penambangan. Kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah yang mempertimbangkan aspek biofisik, lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat akan memberikan dampak positif bagi kegiatan pertanian juga sekaligus akan mampu mengurangi dampak negatif akibat kegiatan penambangan timah. Oleh sebab itu, upaya reklamasi lahan bekas tambang timah untuk dijadikan sebagai lahan pertanian menjadi penting.

Untuk mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan dilakukan upaya pemanfaatan lahan bekas tambang dengan tujuan melakukan perbaikan lingkungan melalui pembangunan desa reklamasi berbasis pertanian terpadu. Desa reklamasi berbasis pertanian terpadu merupakan salah satu bentuk solusi yang membahas tentang upaya pelestarian lingkungan berkelanjutan dengan memanfaatkan lahan bekas tambang. Permasalahan tentang lahan eks tambang dapat menjadi masalah yang serius dan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk meminimalisir dampak negatif yang dapat ditimbulkannya.

Desa reklamasi hadir dengan konsep desa ramah lingkungan yang berkelanjutan dalam pemanfaatan sumber daya alam di lahan bekas tambang. Dalam desa ini Pemanfaatan ruang dibagi menjadi tiga, yaitu kawasan pemukiman, kawasan budidaya, dan kawasan lindung. Kawasan pemukiman berfungsi sebagai tempat tinggal warga untuk melakukan aktivitas sosial dan ekonomi dalam pengelolaan lahan bekas tambang. Kawasan lindung mempunyai fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup di lahan bekas tambang. Pada kawasan lindung dilakukan reboisasi pada lahan sebagai pelestarian lingkungan memanfaatkan sumber daya alam berupa tanah. Adapun kawasan budidaya merupakan kawasan yang berfungsi untuk aktivitas pertanian terpadu menggunakan sistem akuaponik.

Untuk mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan dilakukan upaya pemanfaatan lahan bekas tambang dengan tujuan melakukan perbaikan lingkungan melalui pembangunan desa reklamasi berbasis pertanian terpadu. Selain itu di lahan bekas tambang terdapat genangan air yang disebut kolong yang kurang dimanfaatkan secara maksimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diterapkan sistem akuaponik yang memadukan perikanan dan pertanian dalam pemanfaatan air kolong.

Dalam pemanfaatan kolong secara produktif untuk budidaya perlu dilakukan penetralan pH air. Kolong dibagi menjadi tiga berdasarkan usianya, yaitu kolong muda, kolong menengah atau sedang, dan kolong tua. Kolong tua merupakan kolong yang kondisi biogeofisik yang sudah normal dan memiliki pH antara 5,5 – 7 dengan kandungan logam berat di kolom air yang rendah. Maka dari itu, lokasi yang dipilih sebagai tempat desa reklamasi diprioritaskan pada daerah yang mempunyai kolong tua.

Selain bertujuan untuk mengatasi permasalahan lingkungan, desa reklamasi juga hadir sebagai inovasi baru yang memberikan solusi untuk masalah perekonomian masyarakat. Untuk itu kontribusi masyarakat sangat dibutuhkan dalam pengelolaan desa reklamasi berbasis pertanian terpadu. Masyarakat berperan sebagai penggerak desa yang menjalankan sistem pertanian terpadu. Adapun kelompok masyarakat yang diutamakan yaitu anggota kelompok tani dikarenakan wawasan dan pengalaman yang sudah diterapkan dalam bidang pertanian. Untuk kesuksesan program ini juga diperlukan kerja sama dengan pemerintah dan lembaga terkait, seperti PT Timah. Kolaborasi yang baik tentunya akan mampu mewujudkan pembangunan desa reklamasi yang berkelanjutan.

Dengan adanya kegiatan reklamasi bekas lahan tambang timah menjadi desa yang berbasis pertanian terpadu ini, diharapkan nantinya lahan bekas tambang di Kepulauan Bangka Belitung akan berkurang dan bermanfaat terutama dalam mengatasi masalah perekonomian masyarakat yang kian menurun akibat jumlah timah yang semakin berkurang. Selain itu, diharapkan juga dengan hadirnya desa ini dapat menjadi instrumen pemasukan ekonomi pembangunan daerah khususnya di Kepulauan Bangka Belitung, dikarenakan nantinya sebagian masyarakat yang sudah tidak lagi menjadi penembang timah akan beralih profesi menjadi petani dalam menjalankan roda penggerak desa ini.

Selain itu juga, diharapkan adanya dukungan dan kerja sama antara pemerintah dengan pihak yang berwenangan serta masyarakat setempat, dalam pembangunan desa ini, karena jika bukan dari pemerintah, pihak yang berwenang, dan masyarakat setempat lalu siapa lagi yang akan melanjutkan serta menjaga terutama di bumi Kepulauan Bangka Belitung ini.