Oleh : Hery Kurniadji (3220021)
Dosen Dr. Raniasa Putra M.Si
Manajemen Administrasi Publik Stisipol Pahlawan 12 Sungailiat
Abstrak: Penelitian bertujuan untuk menjawab permasalahan bagaimana Implementasi Pimpinan Baznas Daerah terhadap UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 31 dan Bagaimana Dampak Pimpinan Baznas Daerah atas UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 31. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pendekatan fenomenologis, sosiologis dan historis. penelitian ini memakai jenis penelitian lapangan (field research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu objek tertentu.
Teknik Pengumpulan Data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sesuai dengan karakteristik penelitian hukum empiris menggunakan data sekunder sebagai data awalnya yang diperoleh dari bahan-bahan hukum primer dan sekunder, kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan yang diperoleh dari dokumen,wawancara dan observasi.
Hasil menunjukkan Independensi Baznas Daerah makin Lemah dan tidak mandiri, masih ada nya ancaman netralitas serta potensi janji politik Pimpinan Baznas Daerah sebagai Implementor atas Dana hibah Daerah dari Bupati atau Gubernur dalam melaksanakan Pengelolaan Zakat selama kepemimpinan 5 Tahun, dari fakta lapangan terdapat indikasi politik praktis kemudian berdampak pada Pengelolaan Zakat kurangnya kepercayaan Masyarakat/Publik dalam membayar Zakat karena tidak adanya Netralitas dan Akuntabilitas Lembaga Non Struktural ini.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, UU No. 23 Tahun 2011, Dana Hibah.
Pendahuluan
Pengelolaan zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 didefinisikan sebagai kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa pengelolaan zakat berasaskan pada (a) syariat Islam; (b) amanah; (c) kemanfaatan; (d) keadilan; (e) kepastian hukum; (f) terintegrasi; dan (g) akuntabilitas. Tujuan dari pengelolaan zakat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 dimaksudkan untuk (a) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan (b) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Sedangkan ruang lingkup pengelolaan zakat dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian atas pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat serta pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Undang-Undang Nomor 23/201 1 mengatur secara spesifik bahwa pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh BAZNAS dan dibantu BAZNAS daerah serta LAZ. Dalam praktiknya, kualitas pengelolaan zakat pada BAZNAS, BAZNAS daerah, dan LAZ sangat bergantung pada kualitas kepemimpinan pada setiap organisasi pengelola zakat (OPZ) tersebut.
Kualitas kepemimpinan ini meliputi kapasitas dalam memimpin organisasi, pemahaman regulasi dan fikih, kompetensi teknis, dan kemampuan untuk terus belajar dari pimpinan OPZ yang bersangkutan. Dalam agenda pembangunan pengelolaan zakat ke depan, penting untuk menjaga kualitas kepemimpinan pada OPZ sehingga memberikan hasil maksimal bagi pengelolaan zakat di Indonesia. . (Renstra Baznas 2020- 2025).
Rumusan Masalah
Bagaimana Implementasi Pimpinan Baznas Daerah terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 31?.
Bagaimana Dampak Pimpinan Baznas Daerah atas UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 31?.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Implementasi Pimpinan Baznas Daerah terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 31.
Untuk mengetahui Dampak Pimpinan Baznas Daerah atas pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 31.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan antara lain: pendekatan fenomenologis yakni tidak hanya sekedar berupaya mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun secara pasti dan berstruktur, namun harus mengangkat masalah-masalah yang bersifat esensial yang ditemukan dalam penelitian.
Pendekatan sosiologis dan historis yakni, dimana pendekatan ini tidak terlepas dari bagaimana UU pengelolaan dana zakat yang sebenarnya didalam lembaga zakat yang sudah dipercaya hingga bisa sampai pada tujuannya, dan pendekatan hermeneutika hukum ialah bagaimana Implementasi dan Dampak Dana Hibah Operasional dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 yang sudah ditetapkan, apakah itu sudah sejalan, Hal inilah yang menjadi salah satu tolak ukur untuk melakukan sebuah penelitian.
Dengan memahami dan menganalisis permasalahan yang ada, maka dalam penelitian ini memakai jenis penelitian lapangan (field research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai kasus. Dalam hal ini akan mencoba untuk mengeksplorasi sistem yang diterapkan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2011. Pada penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan alasan pertama, metode field research ini lebih mudah, hanya berbentuk penjelasan dan kata-kata.
Kedua, metode ini lebih mudah menyajikan hasil penelitian secara langsung antara peneliti dengan responden maupun informan dan ketiga, motode ini lebih peka terhadap pola-pola yang terkait dengan permasalah tersebut.
Pengertian Implementasi
Implementasi publik diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan, lebih sederhana pengertian implementasi public dalam Kamus Webster (Solichin Abdul Wahab, 1997) dirumuskan sebagai “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (Menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu).
Implementasi suatu kebijakan publik sangat bergantung pada rumusan kebijakan yang akan disusun untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.(Kebijakan Publik, Kamal Alamsyah).
Menurut Grindle, (dalam Abdul Wahab, 1997) bahwa Implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan–keputusan politik ke dalam prosedur–prosedur rutin lewat saluran–saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijaksanaan. Tidak salah jika implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari seluruh proses kebijaksanaan.
Pengertian Dana Hibah
Dana hibah adalah suatu pemberian dalam wujud uang, barang, ataupun jasa dari satu pihak ke pihak lain secara umum. Contoh setiap pihak tersebut adalah pemerintah daerah, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi masyarakat atau ormas.. Secara eksplisit, dana hibah adalah suatu hadiah yang diberikan satu pihak kepada pihak lainnya. Dana hibah itu sendiri juga terbagi menjadi tiga, pembagian ini dibuat berdasarkan bentuk hibah itu sendiri, yakni dana hibah dalam bentuk uang, barang, ataupun jasa.
Undang-Undang No. 23 tahun 2011
Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Undang- Undang Nomor 23 tahun 2011 ini telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Dr.Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 25 november 2011 dan diundangkan pada tanggal tersebut serta masuk lembaran negara Republik Indonesia tahun 2011 nomor 115.
Undang-Undang No 23 tahun 2011 yang telah disahkan tersebut memuat 11 bab yang terbagi kedalam 47 pasal. Bab 1 berisi tentang ketentuan umum yang memuat 4 pasal, bab II berisi tentang Badan Amil Zakat Nasional yang memuat 4 bagian yang terdiri dari 16 pasal yakni pasal 5 sampai pasal
Bab III berisi tentang bab pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pelaporan yang terbagi menjadi 5 bagian yang memuat 9 pasal dari pasal 21 sampai pasal 29.
Pada bab IV berisi tentang pembiayaan yang memuat 4 pasal yakni pasal 30 sampai pasal 33, sedangkan Bab V berisi tentang pembinaan dan pengawasan yang terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 34 ayat 1, 2 dan 3. Adapun bab VI berisi terkait peran serta masyarakat yang memuat 1 pasal yakni pasal 35 yang memiliki 3 ayat.
Pada bab VII berisi tentang sanksi Administratif yang hanya berisi pasal 36, pasal VIII berisi tentang larangan yang memuat 2 pasal 37 dan 38. Bab IX berisi ketentuan pidana yang berisi 4 pasal yakni pasal 39 sampai 42, Bab X berisi tentang Ketetntuan peralihan yang memuat 1 pasal dan 4 ayat. Sedangkan bab XI berisi ketentuan penutup yang terdiri dari 4 pasal yakni pasal 44 sampai dengan pasal 47.
Undang-undang ini memiliki aturan pelaksanaan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang- undang nomor 23 tahun 2011 yang terdiri dari 11 bab dan 86 pasal. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam.
Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pembahasan
Implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 31.
Merujuk kepada Undang-undang no.23 Tahun 2011 pada Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil.
Dalam PP no.14 Tahun 2014 Pasal 39 menyebutkan bahwa BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
Dalam PP no.14 Tahun 2014 Pasal 43 ayat (1) Pimpinan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan dari BAZNAS.
George Edward III menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah kurangnya perhatian pada persoalan implementasi kebijakan (Nugroho 2009).
Menurut Edward, tanpa implementasi kebijakan yang efektif, maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dengan baik. Agar implementasi kebijakan menjadi efektif, Edward (dalam Nugroho 2009) ada empat isu pokok, yaitu komunikasi (communication), sumber daya (resources), komitmen (disposition or attitude), dan struktur birokrasi (bureaucratic structure).
Komunikasi (communication) berkaitan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi atau publik, ketersediaan sumber daya kebijakan, sikap dan respon dari pihak yang terlibat dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan Sumber daya (resources) berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, utamanya sumber daya manusia. Aspek sumber daya yang penting dalam hal ini
adalah kecakapan pelaksana kebijakan yang akan mengimplementasikan kebijakan secara efektif.
Komitmen (Disposition) berkenaan dengan kesediaan dan komitmen dari para implementator untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Struktur birokrasi (bureaucratic structure) berkaitan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi pelaksana implementasi kebijakan publik. Dalam hal ini yang perlu dijaga adalah bagaimana agar dalam implementasinya tidak terjadi bureaucratic fragmentation, karena struktur demikian akan menghambat pelaksanaan kebijakan publik.
Aspek sumber daya manusia dalam Implementor (Pimpinan Baznas Daerah) menjadi sorotan terhadap kaitan Dana Hibah Daerah yang diberikan Pemerintah Daerah yang menjadi sumber politik praktis, yang menimbulkan sikap pamrih terhadap Penguasa Daerah (Bupati atau Gubernur). Pelaksanaan Undang-undang No.23 Tahun 2011 berpengaruh adanya indikasi janji politik.
Objektifitas Pelaksanaan Pengelolaan Zakat akan terganggu dalam aspek pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pelaporan karena tidak ada kepercayaan publik terhadap Lembaga Baznas.
Dalam Pasal 31 ayat (1) dijelaskan untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil. Independensi BAZNAS Daerah makin lemah dan tidak mandiri karena biaya BAZNAS Daerah sebagian berasal dari APBD.
Dampak pelaksanaan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 31.
Kebijakan publik merupakan suatu aktivitas yang dilakukan pemerintah/Lembaga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Level kebijakan bisa berada pada tingkat umum, tingkat pelaksanaan, dan tingkat teknis. Suatu kebijakan dibuat secara sengaja, karena hendak mewujudkan tujuan tertentu.
Kebijakan memiliki unsur-unsur yang dengannya dapat dimengerti mengapa kebijakan tersebut perlu ada. Unsur penting dari kebijakan, yaitu (1) tujuan kebijakan, (2) masalah, (3) tuntutan (demand), dan (4) dampak atau outcomes.
Bellinger (2008) menawarkan kajian analisis kebijakan berdasarkan “benefit-cost analysis”. Mengutip pendapat Benyamin Franklin, Bellinger (2008) menyatakan bahwa seluruh proses
keputusan melibatkan usaha untuk mengukur keuntungan keuntungan dan biaya-biaya agar dapat diperoleh keputusan yang bijaksana. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengorganisasi dan membandingkan berbagai dampak dari keputusan agar supaya dapat memilih tindakan yang lebih efektif guna meningkatkan kesejahteraan individu dan masyarakat.
Dari apa yang disampaikan oleh beberapa teoritisi kebijakan publik tersebut, dapat ditemukan benang merahnya bahwa analisis kebijakan merupakan serangkaian usaha atau aktivitas berbasis pengetahuan atau riset, yang memberikan dasar-dasar pertimbangan kepada pembuat kebijakan atau keputusan untuk menilai suatu kebijakan yang telah diimplementasikan atau melakukan asesmen mengenai konsekuensi kebijakan publik baik sebelum maupun sesudah kebijakan publik diimplementasikan. Analisis kebijakan tersebut dilakukan supaya keputusan yang diambil lebih banyak memperoleh manfaatnya daripada kerugiannya.
Salah satu unsur penting dari kebijakan yaitu outcames atau dampak, Lembaga Baznas diberikan kemudahan Operasional Lembaga dalam bentuk Dana Hibah (APBD) yang di amanatkan oleh Undang-undang. Kemudahan ini jangan sampai di salah artikan oleh Implementor (Pimpinan Baznas Daerah) sebagai bentuk Politik, dalam Edward (dalam Nugroho 2009) penting Sumber Daya Manusia (Pimpinan Baznas Daerah) yang Baik tidak boleh terpengaruh kepada Penguasa daerah karena telah diberikan Dana Hibah yang tidak sedikit jumlah nya.
Ancaman netralitas akan selalu dikelilingi oleh pimpinan baznas daerah dalam transparansi dan akuntabel karena pengaruh undang-undang no.23 tahun 2011 pasa 31 ayat (1), PP no.14 Tahun 2014 Pasal 39 dan PP no.14 Tahun 2014 Pasal 43 ayat (1) dalam pengelolaan zakat kepada mustahiq. Dalam hal ini peran Pimpinan Daerah untuk memilih Pimpinan Baznas dapat menjadikan janji janji politik terselubung.
Kesimpulan
Badan Amil Zakat Nasional BAZNAS bersikap netral dan bersih dari kepentingan politik manapun dalam perannya sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang ditugaskan mengelola dana zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
Selalu mengedepankan netralitas dan menjaga kepercayaan public, jika ditemukan adanya penyimpangan, Tim Audit dan Tim Hukum, akan bersikap obyektif.
BAZNAS selalu berpegang teguh pada pengelolaan zakat yang harus transparan dan akuntabel, berprinsip pada aman syar’i, aman regulasi, dan aman NKRI.
Pengelola zakat untuk menyalurkan zakat kepada mustahik sesuai syariat Islam dan menjaga netralitas serta tidak terlibat dalam kegiatan politik. BAZNAS juga menggandeng pihak lain untuk mengantisipasi adanya upaya politik.
BAZNAS menyadari sebagai lembaga pemerintah nonstruktural akan banyak kepentingan politik yang masuk. agar tidak ada penggunaan dana untuk kepentingan politik. Pimpinan Baznas harus bisa mencegah timbulnya konflik dan akan terus memperbaiki diri untuk lebih profesional dalam upayanya menjadi lembaga utama menyejahterakan umat
Daftar Pustaka.
Buku Teori dan Analisis Kebijakan Public, Dr.Drs.Awan Y. Abdoellah,Msi dan Dr. Yudi Rusfiana. MSi)
Kebijakan Publik by Eko Handoyo
Renstra Baznas 2020-2025
Undang-undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
Peraturan Presiden no.14 Tahun 2014, Tentang Pelaksanaan UU no.23 Tahun 2011.
Jurnal Hafizano, Prodi Hukum Islam Pascasarjana IAIN Bengkulu.