Scroll untuk baca artikel
Bangka Belitung

Kewenangan Gubernur dan Bupati Dalam Pengawasan Usaha Pertambangan

121
×

Kewenangan Gubernur dan Bupati Dalam Pengawasan Usaha Pertambangan

Sebarkan artikel ini
IMG 20220609 WA0000

INTRIK.ID – Bisnis di bidang pertambangan sangat menjanjikan, tidak sedikit pihak – pihak menggeluti bidang satu ini. Mulai dari perseroan, perorangan sampai grup. Tingginya minat Pelaku usaha tambang, negara membuat aturan tertuang dalam Undang – Undang ( UU ) Minerba serta Peraturan Pemerintah ( PP ).

Aturan tersebut mengatur mulai dari pemberian WIUP, IUP, WPR, WIUPK dan lainya. Tidak hanya itu, pengawasan usaha pertambangan juga diatur sedemikian rupa. Sebagai wawasan dan pengetahuan ternyata Gubernur dan Bupati diberi tugas mengawasi usaha pertambangan.

Seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor 55 Tahun 2010
Tentang “PEMBINAAN dan PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL dan BATU BARA”

Gubernur dan Bupati diberi kewenangan oleh menteri sebagai pelaksana, mengawasi usaha pertambangan. Hal tersebut sesuai pada Pasal 13 PP Nomor 55 Tahun 2010 :
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap Penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang
dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK.

Pengawasan dimaksud diterangkan pada pasal 14 PP Nomor 55 Tahun 2010 meliputi :
a. penetapan WPR;
b. penetapan dan pemberian WIUP mineral bukan logam dan batuan; Pemberian WIUP mineral logam dan batubara;
d. penerbitan IPR;
e. penerbitan IUP; dan
f. penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan kegiatan
yang dilakukan oleh pemegang IPR dan IUP.

Pasal 16 bahwa
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) mencakup :

a. teknis pertambangan;
b. pemasaran;
c. keuangan;
d. pengelolaan data mineral dan batubara;
e. konservasi sumber daya mineral dan batubara;
F.keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g. keselamatan operasi pertambangan;
h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan
pasca tambang;
i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan
rekayasa serta rancang bangun dalam negeri;
j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi
pertambangan;
m. kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang
menyangkut kepentingan umum;
n. pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR, atau IUPK;
dan
o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.

Pasal 17
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
dilakukan melalui:
a. evaluasi terhadap laporan rencana dan pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IPR,
dan IUPK; dan/atau
b. inspeksi ke lokasi IUP, IPR, dan IUPK.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.

Pasal 18
(1) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
yang dilakukan oleh bupati/walikota disampaikan kepada
gubernur dan Menteri.
(2) Gubernur melakukan evaluasi atas hasil pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyampaikan
hasil evaluasinya kepada Menteri.

Pasal 21
(1) Pengawasan teknis pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 huruf a untuk:
a. IUP atau IUPK Eksplorasi dilakukan paling sedikit
terhadap:
1. pelaksanaan teknik eksplorasi; dan
2. tata cara penghitungan sumber daya dan cadangan.
b. IUP atau IUPK Operasi Produksi paling sedikit
terhadap:
1. perencanaan dan pelaksanaan konstruksi termasuk
pengujian alat pertambangan (commisioning);
2. perencanaan dan pelaksanaan penambangan;
3. perencanaan dan pelaksanaan pengolahan dan
pemurnian; dan
4. perencanaan dan pelaksanaan pengangkutan dan
penjualan.
(2) Pengawasan teknis pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Tambang

Pasal 22
(1) Pengawasan pemasaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 huruf b paling sedikit meliputi:
a. realisasi produksi dan realisasi penjualan termasuk
kualitas dan kuantitas serta harga mineral dan
batubara;
b. kewajiban pemenuhan kebutuhan mineral atau
batubara untuk kepentingan dalam negeri;
c. rencana dan realisasi kontrak penjualan mineral atau
batubara;
d. biaya penjualan yang dikeluarkan;

Berdasarkan bagian uraian PP Nomor 55 Tahun 2010, sudahkah diterapkan di Provinsi Bangka Belitung, terhadap usaha pertambangan timah?