Scroll untuk baca artikel
Opini

Momen Hari Kartini, Perempuan Harus Apa?

319
×

Momen Hari Kartini, Perempuan Harus Apa?

Sebarkan artikel ini
IMG 20220421 073432

Oleh: Endang Kusniati

(Pengamat Perempuan dan Anak Serta Dosen IAIN SAS BABEL)

INTRIK.ID – Terhitung sejak Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara dan wafat pada 17 September 1904 di Rembang, Hindia Belanda (saat ini sudah menjadi Indonesia). Sampai saat ini hari kelahirnanya selalu dirayakan dan mendapat perhatian khusus oleh perempuan-perempuan di Indonesia dan pemerintah.

Sebagai apresiasi atas dedikasi yang telah diberikah R.A Kartini kepada perempuan-perempuan di Indonesia sejak masa Hindia Belanda melalui semangat menulisnya dan memperjuangkan perempuan keluar dari keterkungkungannya budaya patriarki, kini perempuan di seluruh Indonesia selalu merayakan momen penting itu dan bahkan masuk dalam kalender nasional sebagai perayaan khusus hari Kartini pada setiap tanggal 21 April. Lalu apa sebenarnya makna merayakan hari Kartini itu? Dimomen hari Kartini perempuan harus berbuat apa? Beberapa pertanyaan tersebut mengusik jiwa penulis dalam mengungkapkannnya melalui opini sederhana ini.

Perempuan Indonesia kerapkali merayakan hari Kartini dengan melakukan kegiatan lomba–lomba, seperti lomba memasak, berhias, lomba kebaya, lomba merangkai bunga dan lain sebagianya, yang tidak ada keberlanjutan untuk pemberdayaan pada perempuan itu sendiri sehingga terkesan stagnan dan domestik. Harusnya ada keberlanjutan untuk pemberdayaan pada perempuan.

Memasak, berhias, merangkai bunga, lomba kebaya tidak salah, akan tetapi apakah itu sudah sesuai dengan harapan R.A Kartini agar perempuan tidak hanya bergerak diranah domestik saja? namun bisakah mengubah pola domestik menjadi mempu berkiprah di ranah publik? Sebenarnya bisa saja, asalkan ada yang suport, ada yang mendukung, yakni dengan adanya keberlanjutan dari setelah kegiatan loba-lomba tersebut ada tahap pemberdayaan pada perempuan. Misalnya yang sudah masuk 3 besar dalam lomba tersebut selain mendapatkan hadiah bisa dibantu untuk mendapatkan bantuan dana dan bisa membuka usaha atau bisa dimasukkan dalam data penerima bantuan UMKM di wilayahnya. Begitu juga dengan 3 besar juara lomba berhias, merangkai bunga dan lomba baju kebaya. Jika ada keberlanjutan tentu akan lebih menarik karena bisa membangun kemandirian ekonomi perempuan melalui ajang perlombaan di hari Kartini setiap tanggal 21 April. Artinya ada inovasi, ada dampak besar dari kegiatan yang dilaksanakan demi kemajuan perempuan agar tidak tertindas oleh budaya patriarki yang sampai sekarang masih mengakar tajam.

Kemandirian dan pendidikan pada perempuan menjadi bagian dari cita-cita R.A Kartini agar perempuan bisa terlibat dan berkiprah di ranah publik tidak hanya domestik saja. Hal tersebut belajar dari sejarah kehidupan R.A Kartini yang sangat jauh dari kata “bebas”. Kehidupannya sangat diatur, dari mulai pakaian, makan, cara jalan, cara duduk, cara berbicara, cara bergaul dan memilih teman sederajad pun semuanya diatur oleh keluarganya yang bangsawan. Tidak bisa lakukan aktifitas sesuai keinginannya dengan teman-teman seusianya, tidak bebas untuk mewujudkan cita-citanya yang tinggi menjadi perempuan madiri dan sebagianya.

Tentu hal itu menjadi cambuk baginya, meski R.A Kartini terkungkung dalam budaya patriarki, ia pun melakukan usaha dengan cara menulis surat kepada sahabat-sahabat penanya yang berada di belahan dunia dengan menggunakan bahasa Inggris, Belanda dan Prancis. Kebiasaan menulis surat sudah ia tekuni sejak usia 15 tahun sampai beranjak dewasa, menulis surat baginya adalah salah satu hal yang mengasyikkan karena tidak ada batas dalam mengekspresikan perasaannya. Meski jauh dan belum pernah bertemu, baginya sahabat-sahabat penanya sangat berharga dan dekat sekali, berbeda dengan teman selingkungan yang ada di sekolahnya.

Salah satu sahabat pena pertamanya adalah Nona Stella Zeehandelaar yang ada di Belanda tertanggal 25 Mei 1899. Kartini dengan langsung terbuka dan terus terang enceritakan apa saja yang dialaminya sebagai perempuan lajang yang lahir dan tumbuh di keluarga ningrat Jawa. Kartini menceritakan bagaimana ruang geraknya yang sangat terbatas serta adat-adat yang kaku dan mengikat membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuliskan surat dan mengirimkanya kepada sahabat penanya.

Perlu diketahuai bahwa R.A Kartini tidak pernah menceritakan keterkungkungannya kepada orang-orang yang ada di lingkungannya kecuali kepada adik perempuannya. Baginya menceritakan melalui surat kepada sahabat penanya adalah suatu kebebasan baginya dalam berekspresi. Apalagi tidak hanya sekali mereka saling berbalas surat, tap sampai empatbelas kali. Hal tersebut menunjukkan intensitas anatra ekduanya yang sangat dekat meski hanya berkomunikasi melalui tulisan surat.

Sebenarnya tidak hanya Stella Zeehandelaar yang menjadi sahabat penanya, masih banyak lagi seperti Nyonya M.C.E Ovink-Soer, Nyonya R.M. Abendanon-Mandri, Tuan Dr. N. Adriani, Tuan, Prof. Dr. G.K. Anton dan Nyonya di Jena, dan lain sebagainya. Sampai menjelang R.A.Kartini tutup usia pun masih menyempatkan untuk menulis surat kepada Nyonya R.M. Abendanon-Mandri (Rembang, 7 September 1904).
Setelah dikumpulkan lembaran-lembaran surat-surat R.A.Kartini kepada para sahabat penanya, kemudaian diterjemahkan oleh Sulastin Sustrisno dan bku tersebut diprakatai oleh Katrin bandel dan dijadikan menjadi sebuah buku dengan judul EMANSIPASI: Surat-surat kepada Bangsanya 1899-1904, Yogyakarta: Jalasutra, 2014. Meski sebenarnya penerbitan pertama kali dengan judul Surat-surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bnagsanya, Jakarta: Djambatan, 1997. Meski berubah judul dan diterbitkan kembali oleh Jalasutra tentu tidak merubah esensi sebenarnya dari isi surat-surat tersebut. Kini buku yang dimaksud menjadi sumber acuan ketika akan menulis tentang R.A. Kartini baik bagi kaum akademisi atau pun masyarakat umum. Setidaknya R.A.Kartini meninggalkan jejaknya melalui literasi untuk kaumnya hingga membekas sampai saat ini.

Membaca sejarah R.A. Kartini tentu membuat pembaca terkesima, apalagi jika kita kaitkan kembali dnegan pertanyaan tersebut di atas. Momen Hari Kartini perempuan harus berbuat apa? Tentu jika kita cermati bersama, pembaca dipastikan sudah paham apa yang dimaksud. Yakni “menulis” sebagai bentuk ekspresi diri dalam melakukan gerakan literasi dalam mencerdaskan generasi bangsa.
Seiring berjalannya waktu, perempuan Indonesia sudah semakin terbuka dan mampu menerjemahkan serta mewujudkan cita-cita yang diinginkan R.A.Kartini untuk bangsanya. Perempuan Indonesia sudah melek pendidikan, perempuan Indoensia sudah melek literasi baik non digital maupun literasi digital dan sebagianya. Bahkan sudah banyak para aktivis, akademisi, organisasi, perguruan tinggi, lembaga tertentu yang memulai menginisiasi lakukan gerakan literasi dalam memperingati hari Kartini dengan membuka lomba penulisan artikel bagi kalangan pelajar, mahasiswa, ibu ruah tangga, karyawan, dan perempuan pekerja lainnya yang ada di Indonesia.

Diyakini bahwa melalui tulisan akan membangkitkan semangat para perempuan di seluruh Indonesia. Berharap tidak hanya perempuan, tapi juga laki-laki pun demikian. Seperti halnya yang dikutip dari kata-kata R.A.Kartini; “Kemenangan terindah dan tersulit bagi manusia ialah kemanangan atas dirinya sendiri”. Happy Kartini’s day 21 April 2022.