Scroll untuk baca artikel
Opini

Wacana Penghapusan Honorer di Instansi Pemerintah Berpotensi Menambah Pengangguran

211
×

Wacana Penghapusan Honorer di Instansi Pemerintah Berpotensi Menambah Pengangguran

Sebarkan artikel ini
20220305 101634
Sahri

Penulis: Sahri

Mahasiswa Fakultas Hukum UBB

Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mewacanakan tenaga honorer di instansi pemerintah dihilangkan mulai tahun 2023. Pemerintah kelak akan membuat sebuah program dimana status pegawai pemerintahan pada tahun 2023 hanya terdapat dua jenis, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Selanjutnya, keduanya ini disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pemerintah mengambil keputusan keberadaan honorer di lingkungan pemerintahan harus selesai pada Tahun 2023. Para tenaga kerja honorer masih diberi kesempatan masuk ke dalam pemerintahan, melalui tahap seleksi dalam bentuk PPPK dan CPNS. Pemerintah memberikan dua pilihan kepada tenaga kerja honorer. Dimana, tenaga kerja honorer yang sudah berusia di bawah 35 Tahun bisa mengikuti ujian PNS, sedangkan tenaga kerja honorer yang sudah berusia di atas 35 Tahun bisa mengikuti ujian PPPK. Selanjutnya, apabila tenaga kerja honorer tidak lolos seleksi CPNS dan PPPK akan diberi kesempatan bagi pemerintah bekerja apabila dibutuhkan pemerintah daerah dan digaji sesuai dengan upah minimum regional(UMR). Kemudian, terkait dengan beberapa pekerjaan dasar di instansi pemerintahan seperti petugas keamanan dan kebersihan, Menpan RB menyampaikan hal itu akan dipenuhi melalui tenaga alih daya melalui pihak ketiga atau pekerja outsourcing.

Melalui Pemerintah dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat sepakat akan secara bertahap menghapus jenis pegawai tetap, pegawai tidak tetap, hingga tenaga honorer dari status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah. Nantinya, status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah hanya ada Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yaitu PPPK. Hal tersebut merupakan hasil rapat dengan pendapat antara anggota dewan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), serta Badan Kepegawaian Nasional di Kompleks Parlemen, Senin, 20 Januari 2020.

Berdasarkan penataan tenaga kerja honorer yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, dimana terdapat masa transisi selama lima tahun bagi para tenaga honorer. Penghapusan tenaga honorer dilakukan bertahap hingga tahun 2023 mendatang. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), akan memberikan prioritas bagi guru, dosen, dan tenaga kesehatan dari eks-tenaga honorer KII untuk ikut seleksi CPNS atau PPPK. Namun, Pemerintah menegaskan hal tersebut bukan berarti tenaga honorer lainnya tak diperbolehkan mengikuti seleksi CPNS dan PPPK. Selanjutnya, sejak diterbitkan PP Manajemen PPPK, seluruh instansi pemerintahan pusat dan daerah diberikan waktu oleh pemerintah untuk membenahi struktur kepegawaian. Pemerintah akan menerapkan sanksi bagi instansi pemerintahan yang tetap melakukan perekrutan tenaga honorer pada pada masa transisi. Sesuai dengan pasal 96 PP Nomor 49 Tahun 2018, yakni ayat 1 bahwa PPK dilarang mengangkat non-PNS dan non-PPPK untuk mengisi jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada ayat 2 sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), yakni pejabat yang berada pada sektor lain di lingkungan instansi pemerintahan melarang pengangkatan pengangkatan pegawai non-PNS dan non-PPPK. Instansi yang melakukan pengangkatan secara sepihak akan dikenakan Pasal 96 PP 49 tahun 2018, dimana sanksi yang diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Menurut penulis, dihilangkannya tenaga honorer akan membuat polemik di masyarakat, terutama tenaga kerja honorer. Banyaknya polemik semakin menambah daftar panjang sistem kapitalisme dalam mencari upaya dalam mensejahterakan rakyat. Tenaga honorer banyak yang mempertanyakan kejelasan status mereka yang tak kunjung dapat pengakuan dari pemerintah. Wacana penghapusan pegawai honorer kemungkinan besar akan menjadi pengangguran karena kehilangan lapangan pekerjaan sebagai mata pencaharian mereka untuk makan sehari-hari. Pemerintah berdalih bagi mereka kelak nantinya tidak lolos seleksi, mereka masih dapat bekerja di instansi pemerintahan melalui tenaga alih daya atau outsourcing. Disisi lain, dihilangkan tenaga kerja honorer berdampak pada tidak adanya diskriminasi terhadap honorer dimana honorer tidak dipandang sebeleh mata oleh masyarakat, dan adanya kesetaraan di instansi pemerintahan.

Oleh karena itu, perlu adanya alternatif-alternatif lain dalam menemukan solusi untuk segera mengambil tindakan terkait dengan ketenagakerjaan yang ada di indonesia, terutama tenaga kerja honorer yang tak kunjung terangkat menjadi aparatur sipil negara yang telah mengabdi cukup lama. Dimana, untuk mencegah agar tidak terjadi kesenjangan tenaga kerja honorer, pemerintah harus mengambil tindakan sesegera mungkin akan masalah tersebut. Serta, mencari solusi agar kedepannya tenaga kerja honorer yang tidak lulus seleksi mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menjaga kestabilan perekonomian indonesia dan tidak bertambahnya pengangguran yang semakin banyak.(*)